News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Fenomena Astronomis Pekan Keempat Desember 2021: Hujan Meteor Ursid hingga Fase Bulan Perbani Akhir

Penulis: Lanny Latifah
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fenomena Puncak Hujan Meteor Ursid 23 Desember 2021

TRIBUNNEWS.COM - Berikut inilah daftar fenomena astronomis yang akan terjadi pada bulan Desember 2021 pekan keempat.

Melalui situs resmi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), ada beberapa fenomena langit yang terjadi berdasarkan kalender astronomis bulan Desember 2021.

Pada tanggal 23 Desember akan terjadi fenomena Puncak Hujan Meteor Ursid.

Hujan meteor ini aktif sejak 17 Desember hingga 26 Desember dan puncaknya terjadi pada 23 Desember sebelum terbitnya Matahari untuk pengamat di Indonesia.

Selain itu, juga terjadi fenomena Fase Bulan Perbani Akhir pada tanggal 27 Desember.

Fase perbani akhir ini adalah salah satu fase Bulan ketika konfigurasi antara Matahari, Bumi, dan Bulan membentuk sudut siku-siku (90°) dan terjadi setelah fase Bulan purnama.

Baca juga: Mengenal Puncak Hujan Meteor Geminid dan Fenomena Astronomis Pekan Ketiga dan Keempat Desember 2021

Baca juga: Fenomena Awan Merah dan Petir di Atas Gunung Arjuno Welirang, Berikut Penjelasan Koordinator PVMBG

Berikut Fenomena Astronomis Desember 2021 Pekan Keempat, dikutip dari Edukasi Sains Antariksa LAPAN:

1. Puncak Hujan Meteor Ursid (23 Desember)

Hujan Meteor Ursid merupakan hujan meteor yang titik radiannya (titik asal munculnya meteor) berada di konstelasi Ursa Minor.

Hujan meteor ini aktif sejak 17 Desember hingga 26 Desember.

Sementara itu, puncaknya akan terjadi pada 23 Desember sebelum terbitnya Matahari untuk pengamat di Indonesia.

Hujan Meteor Ursid berasal dari sisa debu komet 8P/Tuttle yang mengorbit Matahari dengan periode 13,6 tahun.

Komet ini memiliki orbit yang sangat lonjong dan kemiringan orbit 54,9 derajat.

Intensitas maksimum hujan meteor ini berkisar 10 meteor per jam.

Namun sayangnya, hanya pengamat di belahan Utara yang mendapatkan kesempatan terbaik mengamati hujan meteor ini.

Pengamat yang terletak di 50 LS atau lebih Selatan lagi tidak dapat menyaksikan hujan meteor Ursid.

Hujan Meteor Ursid dapat disaksikan sejak pukul 01.00 waktu lokal hingga akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbit Matahari) dengan intensitas berkisar 0,9 hingga 2,8 meteor per jam untuk wilayah Indonesia.

Ketinggian titik radian ketika kulminasi bervariasi mulai 5 derajat (Kendari, 4 derajat LS) hingga 16 derajat (Sabang, 6 derajat LU).

Puncak Hujan Meteor Ursid 23 Desember 2021 (http://edukasi.sains.lapan.go.id/)

2. Hari Sinodis Terpanjang sekaligus Waktu Surya Sejati = Waktu Surya Rata-Rata (26 Desember)

Hari sinodis atau hari surya adalah selang waktu yang diukur sejak kulminasi Matahari hingga kulminasi Matahari hari berikutnya.

Hari sinodis bervariasi, antara 23 jam 59 menit 38 detik (pada 18 September) hingga 24 jam 00 menit 30 detik (pada 26 Desember), hal ini disebabkan oleh kelonjongan orbit Bumi dan sudut yang dibentuk antara khatulistiwa dengan ekliptika (disebut juga sebagai deklinasi).

Kelonjongan orbit Bumi membuat hari sinodis bervariasi, antara 23 jam 59 menit 50 detik (saat perihelion) hingga 24 jam 00 menit 10 detik (saat aphelion).

Sedangkan, deklinasi Matahari membuat hari sinodis bervariasi, antara 23 jam 59 menit 40 detik (saat ekuinoks) hingga 24 jam 00 menit 20 detik (saat solstis).

Kombinasi dari dua variabel ini membuat hari sinodis menjadi bervariasi sebagaimana yang sudah disebutkan di awal.

Dikarenakan panjang hari sinodis bervariasi dalam setahun, maka waktu surya rata-rata (mean solar time, satu hari selalu konstan 24 jam) akan memiliki selisih dengan waktu surya sejati (true solar time, kulminasi Matahari saat tengah hari selalu pada pukul 12.00) sebesar –16,4 hingga +14,3 menit.

Selisih inilah yang kemudian disebut sebagai "perata waktu".

Hal inilah yang membuat kulminasi Matahari saat tengah hari jika diukur dengan waktu surya rata-rata maupun waktu sipil/terzonasi (civil/zonated time) menjadi bervariasi.

Saat kurva perata waktu mencapai titik ekstrem (12 Mei dan 27 Juli) dan titik balik (12 Februari dan 3 November), maka hari sinodis akan tepat 24 jam.

Dapat dikatakan, bahwa panjang hari sinodis yang dikurangi dengan panjang hari rata-rata merupakan turunan pertama dari fungsi perata waktu.

Hari sinodis terpanjang bertepatan dengan saat dimana waktu surya sejati = waktu surya rata-rata.

Artinya, pukul 12.00 waktu surya sejati sama dengan pukul 12.00 waktu surya rata-rata.

Kondisi ini tidak hanya terjadi saat hari sinodis terpanjang saja, melainkan pada tanggal 14 April, 14 Juni, dan 1 September.

Dengan demikian, dalam satu tahun terjadi empat kali kondisi ketika waktu surya sejati = waktu surya rata-rata.

Fenomena ini adalah fenomena tahunan yang biasa terjadi setiap tahunnya.

Dikarenakan Bumi mengalami pergeseran titik perihelion terhadap bujur nol ekliptika (disebut juga presisi apsidal), maka tanggal terjadinya hari sinodis terpanjang, hari sinodis terpendek; waktu surya sejati = waktu surya rata-rata; waktu surya rata-rata lebih lambat maupun lebih cepat dari waktu surya sejati (hari sinodis tepat 24 jam) akan mengalami pergeseran pula.

3. Fase Bulan Perbani Akhir (27 Desember)

Fase perbani akhir merupakan salah satu fase Bulan ketika konfigurasi antara Matahari, Bumi dan Bulan membentuk sudut siku-siku (90°) dan terjadi setelah fase Bulan Purnama.

Puncak fase perbani akhir terjadi pada pukul 09.23.48 WIB / 10.23.48 WITA / 11.23.48 WIT.

Sehingga, Bulan perbani akhir ini sudah dapat disaksikan sejak terbit saat tengah hari dari arah Timur, berkulminasi di zenit (untuk lintang 2°-3°LU) setelah terbenam Matahari dan kemudian terbenam di arah Barat setelah tengah malam.

Bulan berjarak 380.781 km dari Bumi saat puncak fase perbani akhir dan berada di sekitar konstelasi Virgo.

Baca juga: Fenomena Geiser di Bumi dan Tata Surya, Di Yellostone Tak Setinggi di Bulannya Planet Saturnus

Baca juga: Kaleidoskop 2021 - Fenomena Astronomi Sepanjang 2021: Supermoon hingga Gerhana Matahari Total

4. Konjungsi Mars-Antares (27-28 Desember)

Mars atau dikenal juga sebagai Ares dalam mitologi Romawi, berkonjungsi dengan Antares, bintang utama di konstelasi Skorpius pada tanggal 27 Desember 2021.

Konjungsi Mars-Antares ini akan terjadi pada pukul 16.15 WIB / 17.15 WIB / 18.15 WIB dengan sudut pisah minimum 4,4 derajat.

Dikarenakan posisi Mars dan Antares masih di bawah ufuk saat puncak konjungsi, maka konjungsi Mars-Antares di Indonesia hanya dapat disaksikan pada pagi hari selama dua hari berturut-turut, yakni pada tanggal 27 dan 28 Desember 2021 pukul 04.30 waktu setempat (sebelum fajar astronomis) hingga akhir fajar bahari (25 menit sebelum akhir fajar bahari) dari arah tenggara.

Mars bermagnitudo +1,57 hingga +1,56 sedangkan Antares bermagnitudo +1,05.

5. Konjungsi Merkurius-Venus (29 Desember)

Merkurius akan mengalami konjungsi dengan Venus pada 29 Desember 2021 pukul 17.34 WIB / 18.34 WITA / 19.34 WIT dengan sudut pisah 4,2 derajat.

Fenomena ini dapat disaksikan sejak awal senja bahari (25 menit setelah terbenam Matahari) selama satu jam dari arah barat daya.

Magnitudo Merkurius dan Venus berturut-turut adalah –0,7 dan –4,4.

Konjungsi Merkurius-Venus selalu terjadi setiap rata-rata 145 hari sekali.

Terakhir kali terjadi pada 29 Mei dan 19 Agustus 2021.

Fenomena ini akan terjadi kembali pada 27 September 2022 dan 29 Desember 2022.

6. Okultasi Mars oleh Bulan (31 Desember)

Okultasi Mars oleh Bulan adalah fenomena astronomis ketika Mars melintas di belakang Bulan sehingga tampak tertutupi oleh Bulan.

Hal ini dapat terjadi karena jarak Mars ke Bumi lebih jauh dibandingkan dengan jarak Bulan ke Bumi.

Secara global, Okultasi Mars oleh Bulan terjadi pada tanggal 31 Desember 2021 dan berlangsung selama tiga jam sejak pukul 18.23 hingga 21.23 Universal Time.

Fenomena ini hanya dapat disaksikan di sebagian Australia (Teritori Barat, Teritori Selatan, Victoria, Teritori Ibukota dan Tasmania), Kep. Malvinas, Tierra del Fuego dan Antartika.

Baca juga: Fenomena Bintang ini Bisa Berakibat Buruk Bagi Bumi Bila Terjadi Pada Matahari

Dikarenakan sebagian wilayah mengalami fenomena ini saat siang hari (seperti Kep. Malvinas, Tierra del Fuego dan Antartika), beberapa wilayah tersebut akan cukup sulit mengamati fenomena ini.

Adapun Okultasi Mars oleh Bulan kali ini merupakan okultasi terakhir di tahun 2021.

Fenomena serupa berikutnya akan terjadi pada tanggal 22 Juni, 22 Juli dan 18 Desember 2022.

7. Konjungsi Tripel Bulan-Mars-Antares (31 Desember-1 Januari)

Wilayah yang tidak mengalami Okultasi Mars oleh Bulan akan mengalami konjungsi tripel bersama dengan bintang utama di konstelasi Skorpius, yakni Antares.

Fenomena ini dapat disaksikan selama dua hari berturut-turut pada tanggal 31 Desember 2021 dan 1 Januari 2022 sejak pukul 04.30 waktu setempat (sebelum fajar astronomis) hingga akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbit Matahari) dari arah tenggara.

Iluminasi Bulan bervariasi antara 11,6%−11,2% di hari pertama dan 5,0%−4,7% di hari kedua.

Mars bermagnitudo +1,52 hingga +1,50 sedangkan Antares bermagnitudo +1,05.

(Tribunnews.com/Latifah)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini