TRIBUNNEWS.COM - Para peneliti di Amerika Serikat sedang mengembangkan alat kontrasepsi permanen untuk kucing betina.
Artinya, kucing betina tidak perlu lagi menjalani operasi untuk disterilkan, menurut sebuah studi baru yang dikutip Smithsonian Magazine.
Injeksi tunggal dapat membantu upaya untuk mengontrol populasi kucing secara global.
Populasi kucing dunia telah mencapai sekitar 600 juta ekor, dan kira-kira 80 persen dari mereka adalah liar.
Kucing liar menyebabkan banyak kerusakan pada satwa liar.
Di Amerika Serikat saja, kucing domestik memburu antara 1,3 miliar hingga 4 miliar burung dan antara 6,3 miliar hingga 22,3 miliar mamalia setiap tahun
Baca juga: Jasa Detektif Hewan di China, Bekerja Cari Anjing atau Kucing yang Hilang, Dibayar hingga Rp62 Juta
Saat ini, metode utama untuk mensterilkan kucing adalah dengan pembedahan, prosedur yang mahal dan juga berisiko.
Sementara itu, sebuah teknik baru dijelaskan dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada hari Selasa (6/6/2023) di jurnal Nature Communications.
Sebuah suntikan terapi gen satu kali dapat memberikan pengendalian kelahiran jangka panjang untuk kucing betina, menurut studi tersebut.
Akhir tahun ini, para peneliti akan bertemu dengan Food and Drug Administration AS untuk membahas bagaimana menguji metode mereka lebih lanjut, ujar David Pépin, salah satu penulis studi tersebut yang juga ahli biologi molekuler di Harvard Medical School.
“Ini sangat menarik, dan saya harap akan berjalan dengan baik,” ujar Julie Levy, seorang dokter hewan di University of Florida yang tidak berkontribusi dalam penelitian tersebut, kepada New York Times.
"Bukankah lebih bagus jika kita bisa mengirim seseorang ke lapangan untuk menyuntikkan kucing dan kemudian membiarkan mereka pergi?"
Saat ini, operasi untuk mensterilkan kucing dilakukan dengan mengangkat organ reproduksinya.
Operasi ini meningkatkan risiko infeksi dan pendarahan hewan dan membutuhkan waktu tujuh hingga sepuluh hari untuk pulih.
"Pembedahan, terutama pada hewan liar, memiliki tekanan dan biaya yang besar untuk menjebak hewan, memindahkannya ke fasilitas operasi, melakukan operasi, menahannya semalaman dan kemudian melepaskannya," ujar Aime Johnson, seorang dokter hewan di Universitas Auburn yang tidak tidak terlibat dalam penelitian.
"Injeksi sederhana akan memungkinkan penjebakan, injeksi, dan pelepasan segera."
Baca juga: Viral Video Kucing Selalu Mengeong Tengah Malam, Pemilik Pasang Kamera untuk Lihat Apa yang Terjadi
Karena pembedahan harus dilakukan oleh ahlinya, ketersediaan dokter hewan juga membatasi seberapa banyak kemajuan yang dapat dicapai.
"Kami membutuhkan cara untuk tidak bergantung pada ahli bedah dan memungkinkan orang awam untuk dapat memberikan suntikan yang mencegah reproduksi kucing," ujar William Swanson, rekan penulis studi dan dokter hewan satwa liar di Kebun Binatang Cincinnati.
Tempat penampungan yang penuh sesak juga menyebabkan tingkat eutanisasi yang lebih tinggi, kata Levy kepada Katherine J. Wu dari Atlantik.
Metode Penelitian
Dalam penelitian tersebut, kucing betina menerima suntikan pada otot pahanya.
Suntikan itu menghasilkan sel virus, di mana bagian-bagian yang menyebabkan penyakit telah dihilangkan.
Di dalam sel itu terdapat materi genetik.
DNA akan memberi tahu otot kucing untuk membuat protein yang disebut hormon anti-Müllerian, yang mencapai 100 hingga 1.000 kali lipat dari tingkat normal, menurut New Scientist.
Hormon itu akan menghentikan ovarium dari pematangan dan pelepasan sel telur.
Untuk menguji apakah suntikan itu efektif, para peneliti membuat dua percobaan kawin selama empat bulan yang dimulai delapan dan 20 bulan setelah treatment.
Baca juga: Kucing Berusia 25 Tahun Bertemu Lagi dengan Pemiliknya setelah 2 Tahun Menghilang
Mereka menampung 9 kucing dalam satu kelompok dengan pejantan yang telah berkembang biak sebelumnya dan merekam video untuk mendokumentasikan interaksi perkawinan.
Dalam kedua uji coba tersebut, 3 kucing dalam kelompok kontrol semuanya hamil dan melahirkan anak kucing yang sehat.
Sementara 6 kucing yang menerima suntikan, dua dikawinkan dengan jantan, menurut New York Times, tetapi tidak ada yang hamil.
"Ini benar-benar bisa mengubah permainan, jika kita bisa membuatnya berfungsi sebaik yang kita harapkan," kata Swanson kepada National Geographic.
Namun, Daniela Chavez, seorang ahli biologi reproduksi kucing di Universitas Towson yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan kepada Atlantik bahwa temuan tersebut harus dianggap sebagai tahap awal.
Penelitian lebih lanjut — dengan kelompok kucing yang lebih besar — diperlukan untuk memastikan apakah perawatan itu aman, berapa lama bertahan, dan seberapa efektif treatment itu sebenarnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)