TRIBUNNEWS.COM - Polisi telah menangkap terduga pelaku penyebar hoaks jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah anggota PKI.
Ia ditangkap karena salah satu konten yang diunggah terdapat editan foto Jokowi dengan pose hormat, serta ada lambang palu arit dengan tulisan "Jokowi adalah seorang komunis."
JD, dirangkap Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap JD (27), admin dan pemilik akun Instagram @sr23_official.
Baca: Ucapan Tabok, Hasto Nilai Jokowi Jengkel Diserang Hoaks yang Usang dan Tak Efektif
Tribunnews melansir dari beberapa sumber, Sabtu (22/11/2018) fakta terkait JD, pelaku penyebar foto hoaks.
1. Bertindak sebagai admin dan pemilik akun Instagram @sr23_official
JD merupakan admin penyebar akun hoaks dengan ujaran kebencian di Instagram.
Ia beroperasi dengan nama akun samaran SR23 dan mengendalikan beberapa akun Instagram "Suara Rakyat 23.''
Pengikut pada akunnya mencapai 100 ribu orang, namun menurun menjadi 6.900.
Pengikutnya menurun karena ada akunnya yang sudah ditangguhkan oleh Instagram karena menyalahi standar penggunaan media sosial tersebut.
2. Berasal dari Aceh dan bekerja sebagai pedagang online
JD berasal dari Aceh dan dia berprofesi sebagai pedagang online.
Pada akun Instgramnya dia membagikan konten yang mengandung pornografi, berita bohong, ujaran kebencian berbasis SARA.
3. Menyinggung Presiden Jokowi
JD mengunggah salah satu foto menyinggung soal keterkaitan Presiden Jokowi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Editan foto berupa Jokowi dengan pose hormat, serta ada tulisan "'JOKOWI ADALAH SEORANG KOMUNIS'', dengan lambang palu arit.
4. Berkomunikasi dengan akun penyebar kebencian
JD mengakui seering berkomunikasi dengan akun penyebar ujaran kebencian dan hoaks.
Namun hanya sebatas direct message (DM) melalai Instagram.
"Komunikasi (dengan akun penyebar hoaks dan ujaran kebencian lainnya) sebatas via DM saja. Tapi saya enggak pernah kenal, DM saja. Paling membicarakan tentang postingan saya saja, paling di-comment 'ini bagus'," paparnya.
5. Pertama hanya menyerang Ahok
JD diketahui telah menyebarkabn ujaran-ujaran kebencian sejak tahun 2016.
Tujuan awalnya hanya untuk menyerang mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Awalnya dari kasus Ahok karena menista agama, jadi timbul niat untuk melawan Ahok," kata JD kepada wartawan, di Kantor di Bareskrim Polri, Cideng, Jakarta Pusat.
6. Menyerang Jokowi karena tidak suka dengan kebijakannya
JD mengaku ia tidak menyukai kebijakan Presiden Jokowi yanng diam-diam melakukan kenaikan harga.
"Kenapa Pak Jokowi? Karena saya kurang suka dengan kebijakannya menaikkan harga tanpa pemberitahuan, seperti BBM dan tarif listrik," ucap JD.
7. Belajar mengedit foto secara otodidak
JD telah mengunggah sebanyak 1.186 kali, di mana 843 unggahan berupa gambar ia edit sendiri.
Kemampuannya itu diperoleh dari hasil belajar secara otodidak.
8. Motif Ekonomi
JD mengakui bahwa ada motif ekonomi dibalik perbuatannya, dan dia juga melakukan pekerjaan itu seorang diri.
9. JD telah menyesal
JD mengatakan bahwa dia menyesal atas aksi yang dilakukannya.
Selama ini dia merasa aman, karena jarang membaca berita soal penangkapan pelaku penyebar hoaks.
Oleh sebab itu, ia pun menyampaikan permintaan maafnya kepada keluarganya, rakyat Indonesia, Polri, dan teman-temannya.
"Saya imbau kepada seluruh teman-teman di media sosial, yang masih memilki akun IG, Facebook, Twitter atau yang lainya, yang digunakan untuk sebar provokasi, kebencian, hoaks, dan gibah, agar berhenti lakukan hal tersebut," ujar JD.
Tersangka yang sudah ditahan sejak 15 Oktober 2018 itu tak mengira akan ditangkap polisi.
Baca: Sebar Hoaks Dari Ahok ke Jokowi, Admin Akun IG sr23_official Tak Sangka Ditangkap Polisi
Tersangka dijerat pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) dan/atau pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE, dan/atau pasal 16 jo Pasal 4 huruf b angka 1 UU No 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dan/atau Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 157 ayat (1) KUHP.
Tersangka terancam pidana 6 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
(Tribunnews.com/Vebri)