News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

7 Fakta Polemik Muslim Uighur di China, Tuai Tanggapan Sejumlah Pihak hingga Jusuf Kalla dan MUI

Penulis: Umar Agus W
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fakta polemik muslim Uighur di China, tuai tanggapan sejumlah pihak hingga kata Wakil Presiden Jusuf Kalla dan MUI soal pelanggaran HAM tersebut.

TRIBUNNEWS.COM - Kabar berita tentang muslim Uighur akhir-akhir ini ramai diperbincangkan oleh masyarakat.

Muslim Uighur merupakan suatu kelompok minoritas masyarakat muslim negara China.

Pemerintah China santer diberitakan karena dihujani berbagai kritik dari masyarkat dunia atas perlakuan mereka yang dianggap menindas warga suku Uighur.

Mengutip dari BBC, perlakuan terhadap muslim Uighur antara lain yakni menahan mereka di kamp-kamp khusus dan diawasi secara ketat.

Baca: Muslim Uighur dan perlakuan Cina terhadap mereka, yang perlu Anda ketahui

Terkait hal tersebut Wakil Presiden Jusuf Kalla ikut memberikan tanggapan.

Bahkan MUI dan Menteri Agama pun juga tak tinggal diam perihal kasus tersebut.

Selain fakta diatas berikut Tribunnews merangkum fakta lainnya yang mengutip dari sejumlah sumber berita.

1. Muslim Uighur Dipantau Ketat

Aksi kekerasan polisi China terhadap muslim Uighur (ISTIMEWA)

Menurut Human Rights Watch, suku Uighur khususnya, dipantau secara ketat.

Mereka harus memberikan sampel biometrik dan DNA.

Selain itu dilaporkan terjadi penangkapan terhadap mereka yang memiliki kerabat di 26 negara yang dianggap 'sensitif' akibatnya hingga satu juta orang telah ditahan.

Kelompok-kelompok HAM mengatakan orang-orang di kamp-kamp itu dipaksa belajar bahasa Mandarin dan diarahkan untuk mengecam, bahkan meninggalkan keyakinan mereka.

2. Pemerintah China Menyangkal Hal Tersebut

Pemerintah China membantah tudingan kelompok-kelompok HAM itu.

Pada saat yang sama, ada semakin banyak bukti pengawasan opresif terhadap orang-orang yang tinggal di Xinjiang.

Selain itu mengutip dari BBC, mereka menyangkal adanya kamp penahanan khusus tersebut mereka berdalih jika orang-orang di Xinjiang itu mendapatkan 'pelatihan kejuruan'.

Seorang pejabat tinggi di Xinjiang mengatakan wilayah itu menghadapi ancaman tiga kekuatan yakni dari terorisme, ekstremisme, dan separatisme.

3. Kedubes Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Buka Suara

Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk Indonesia, memberikan penjelasan lengkap mengenai program pelatihan dan pendidikan vokasi yang dilaksanakan di Xinjiang.

Hal ini mendapat perhatian luas dari masyarakat Indonesia terkait nasib muslim Uighur di Xianjang.

Baca: Panggil Dubes, Kemenlu: RRT Berkomitmen Beri Info Kondisi Terkini Warga Uighur

Juru bicara Dubes RRT, Xu Hangtian menegaskan, Tiongkok merupakan negara multisuku dan multiagama.

Hak-hak kebebasan beragama dan kepercayaan warga negara Tiongkok dijamin Undang-undang Dasar. Termasuk bagi Muslim suku Uighur di Xinjiang.

"Pemerintah Tiongkok, memberikan perlindungan kepada setiap warga negaranya, termasuk Muslim suku Uighur di Xinjiang untuk menjalankan kebebasan beragama dan kepercayaan," tegas Xu Hangtian dalam pernyatannya yang diterima redaksi Tribunnews Jakarta, Kamis (20/12/2018).

Termasuk suku Uighur, menurut Xu Hangtian, ada 10 suku di Xinjiang yang mayoritasnya menganut agama Islam, dengan jumlah penduduk sekitar 14 juta.

Selain itu ada 24,4 ribu masjid di wilayah Xinjiang, atau sekitar 70 persen dari jumlah total masjid di seluruh Tiongkok. Jumlah masjid per kapita berada di jajaran terdepan di dunia.

Begitu juga jumlah ulama ada 29 ribu orang, sekitar 51 persen dari jumlah total di seluruh negara.

Pun di Xinjiang, ada 103 ormas agama Islam, mengambil porsi 92 persen dari seluruh ormas agama di Xinjiang.

"Didirikan pula beberapa pesantren dan madrasah," jelas Xu Hangtian.

4. Tanggapan Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Dari kiri-ke kanan Wasekjen MUI DR Amirsyah Tambunan, KEtua Umum MUI DR (HC) KH. Ma'ruf Amin dan Kepala BNPT Komjen Pol Drs. suhardi Alius, MH (ist)

Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Amirsyah Tambunan mengatakan MUI baru akan mengambil sikap secara resmi terkait etnis Uighur di Tiongkok pada, Jumat (21/12/2018) hari ini.

Namun secara pribadi, ia mengatakan penindasan yang terjadi pada masyarakat etnis Uighur di Tiongkok melukai perasaannya sebagai anak bangsa.

Baca: Perihal Uighur, Indonesia Bersikap Hati-hati

Hal itu diungkapkan Amirsyah pada diskusi di Gondangdia Menteng Jakarta Pusat pada Kamis (20/12/2018) saat mengutip dari Tribun Jakarta.

"Ini melukai perasaan kita sebagai bagian anak bangsa. Luka perasaan ini tidak mudah diobati. Karena hubungan bilateral kedua negara bisa bermasalah, baik menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial, tatkala Pemerintah Tiongkok diam tanpa melakukan upaya konkret terhadap tindakan diskriminatif dan kesewenang-wenangan," kata Amirsyah.

Ia pun menilai, PBB harus mengambil sikap tegas terkait hal tersebut.

5. Tanggapan  Wakil Presiden Jusuf Kalla

Wakil Presiden Jusuf Kalla yang ditemui di Kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (20/12/2018). (Rina Ayu)

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan Indonesia masih menunggu informasi terkait kondisi aktual warga Uighur Xinjiang.

Ia mengatakan, pada 17 Desember lalu, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi telah memanggil Dubes China di Indonesia untuk menyampaikan keprihatinan.

Selain itu, juga telah memerintahkan Duta Besar RI di Beijing untuk melihat keadaan sebenarnya di Xinjiang, RRC.

Baca: Mahfud MD Bereaksi Sikapi Keprihatinan Indonesia Soal Nasib Etnis Uighur di China

"Semuanya menunggu laporan dari Kedubes kita dan juga follow up dari pertemuan, pemanggilan Dubes China ke Menlu pada tanggal 17 lalu," ujar JK, di Kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (20/12/2018) kemarin.

JK menerangkan, hal itu dilakukan untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi pada warga Uighur, Xinjiang.

"Perlu pemerintah, kami sampaikan bahwa pemerintah sangat prihatin dengan apabila ada pelanggaran HAM, kalau itu terjadi ya. Walaupun pihak China selalu membantah tidak demikian, tapi kita prihatin," ujar JK.

"Kalau terjadi diskriminatif dalam agama itu melanggar ketentuan atau ketetapan terhadap HAM internasional yang harus juga ditaati oleh pihak China," sambung dia.

6. Tanggapan Menteri Agama

Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (1/2/2017). (Tribunnews.com/ Imanuel Nicolas Manafe)

Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengatakan, harusnya Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) memberikan penjelasan terbuka terkait kondisi aktual warga Uighur Xinjiang.

Menurutnya, sejumlah informasi beredar tentang kondisi warga Uighur, dimana salah satunya disebutkan telah terjadi separatisme di sana, sehingga menggerakan simpatik masyarakat dunia.

Baca: Kedubes RRT untuk Indonesia Pastikan Negaranya Lindungi Muslim Uighur Menjalankan Ibadah

"Dalam dunia global dengan kecepatan arus informasi seperti saat ini, kondisi masyarakat Uighur penting untuk diketahui masyarakat dunia. Maka, akan jauh lebih baik bila pihak otoritas Pemerintah RRC langsung yang menjelaskan ke masyarakat dunia, agar tak menimbulkan dugaan-dugaan yang tak berdasar," ujar Menag di Jakarta, Rabu (19/12/2018).

Meski pemerintah RI telah memanggil Dubes RRC di Jakarta guna menyampaikan perhatian dan kepedulian Indonesia mengenai kondisi masyarakat Uighur RRC.

Namun ujar Menag Lukman, penjelasan terbuka dari RRC tentu dibutuhkan masyarakat, apalagi jika bersinggungan dengan persoalan agama.

7. Tanggapan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon (Chaerul Umam)

Dugaan pelanggaran HAM yang dialami lebih dari satu juta masyarakat muslim etnis Uighur di China, turut menjadi sorotan serius Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.

Fadli yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, mengecam dan mendesak pemerintah Indonesia untuk bersuara membela muslim Uighur di Xinjiang yang sedang mengalami pelanggaran HAM.

Dari pemberitaan media internasional, perlakuan diskrimiantif dan tindakan represif pemerintah China terhadap muslim Uighur, ungkap Fadli sebenarnya sudah berlangsung cukup lama.

Akan tetapi, sayangnya belum ada negara-negara muslim, termasuk Indonesia, yang berani mengecam tindakan pemerintah China.”

“Meski diberikan status otonomi, penduduk muslim di Xinjiang faktanya justru mengalami perlakuan represif. Lebih dari 10 juta muslim di Xinjiang mengalami perlakukan diskriminatif, baik diskriminasi agama, sosial, maupun ekonomi," kata Fadli Sabtu (15/12/2018).

(Tribunnews.com/ Umar Agus W)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini