News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Andi Arief Sebut Tanggapan Mahfud MD Berbahaya, Mantan Ketua MK Ini Balas Serang 'Ini Ketentuan'

Penulis: Siti Nurjannah Wulandari
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Andi Arief sebut tanggapan Mahfud MD berbahaya, Mahfud MD balas serang 'ini sudah ketentuan UU'.

Andi Arief sebut tanggapan Mahfud MD berbahaya, Mahfud MD balas serang 'ini sudah ketentuan UU'.

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Sekretaris Jenderal (Waksekjen) Partai Demokrat Andi Arief menyindir tanggapan Mantan Ketua MK Mahfud MD, dan sebut tanggapannya berbahaya.

Andi Arief menyebut jika penyataan Mahfud MD di Indonesia Lawyers Club ada yang paling berbahaya.

"Peryataan paling berbahaya dari Prof @mohmahfudmd di ILC adalah: KPU atau aiapapun yg dianggap curang kalau tidak melebihi perbedaan suara antar paslon aman-aman saja." cuit @AndiArief_ pada Kamis (10/1/2019).

Cuitan @AndiArief_ sebut Mahfud MD berbahaya

Lebih lanjut Andi Arief menyebutkan contoh bahayanya dalam kecurangan pemilu.

"Dengan logika berbahaya dari Prof @mohmahfudmd, kalau ada kecurangan 4 jt suara tidak apa2, selama perbedaan suara antar capres adalah 9 jt. BAHAYA," lanjut cuitan @AndiArief_.

Cuitan @AndiArief_ yang menyebut Mahfud MD berbahaya

Selang beberapa menit mendapat sindiran dari Andi Arief, Mahfud MD pun balik menyerang dengan pendapatnya melalui akun Twitter.

Mahfud MD menjelaskan jika hal yang diungkap pada ILC beberapa hari lalu tersebut merupakan ketentuan dari Undang-undang.

Baca: Mahfud MD Buat Gerakan Suluh Kebangsaan untuk Menjaga Keutuhan NKRI

"Kalau dlm Sengketa Pemilu Anda bs membuktikan kecurangan 1 jt padahal kalahnya 3 jt maka hsl pemilu tak bs dibatalkan. Ini ketentuan UU No.8 Thn 2011. UU ini dibuat pd saat Partai Demokrat berkuasa. Kalau mnrt Anda salah gugatlah Partai Demokrat (PD). Kok bilang berbahaya ke gue?" cuit @mohmahfudmd.

Mahfud MD juga melanjutkan jika ketentuan yang disebutkan dirinya sebelumnya merupakan ketentuan dari masa kepresidenan SBY.

Guru Besar di UII Yogya tersebut juga menuliskan jika hal ini disebut berbahaya, Mahfud meminta untuk protes pada pembuat UU.

"Yg menandatangani UU No. 8 Tahun 2011 adl Presiden SBY, disitu disebut bhw perhitungan hsl pemilu blh dibatalkan oleh MK jika selisih suara yg diperkarakan bs mengubah urutan perokehan suara (kemenangan). Kalau Anda bilang itu berbahaya, proteslah yg membuat dan menandatangani UU,"

Mahfud MD balas cuitan Andi Arief

Lebih lanjut Mahfud MD langsung me-retweet cuitan Andi Arief yang menyebut tanggapannya berbahaya.

"Loh, ini kan ketentuan UU No. 8 Tahun 2011. UU itu dibuat ketika Partai Demokrat menguasai Legislatif dan Eksekutif. Yg mengundangkan dan menandatangani UU itu Presiden SBY. Itu berbahaya, ya? Kalau bgt bs dibilang yg membuat bahaya ya, Pak Anu.... Sampaikan kpd beliau dong," balas @mohmahfudmd pada cuitan @AndiArief_.

Sebelumnya dalam acara ILC Selasa (8/1/2018), Mahfud MD memberikan pendapatnya melalui sambungan telepon.

Berikut rangkuman pendapat Mahfud MD yang dilansir TribunWow.com.

Awalnya, Mahfud MD mengaku tersiksa, mendengar perdebatan para tokoh soal keputusan KPU.

Menurutnya, para tokoh yang hadir hanya mengulang-ulang pernyataan yang sama tanpa ada akhir yang jelas.

"Sampai akhir yang dibicarakan enggak berubah, padahal dengan satu sesi saja sudah bisa disimpulkan seharusnya," ujar Mahfud MD.

"Kan masalah yang didiskusikan dalam debat itu, apa ada acara atau waktu untuk menyampaikan visi misi dalam debat."

"Itu terus yang diulang-ulang dan saling menyalahkan di antara mereka (paslon 1, paslon 2, KPU)," sambung Mahfud.

Ia kemudian mengucapkan terima kasih kepada Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang hadir dalam acara tersebut.

Menurut Mahfud, Fahri Hamzah mengubah suasana.

Baca: Tunggu Giliran Berbicara di ILC dan Dengar Perdebatan Para Tokoh, Mahfud MD Mengaku Tersiksa

"Sehingga ketika mas Fahri berbicara tadi saya merasa terwakili, ini membosankan betul dari awal," ungkapnya.

Lebih lanjut, Mahfud MD kemudian memberikan kesimpulan mengenai materi yang didebatkan para narasumber.

Pertama, ia menyebut bahwa keputusan yang diambil KPU tidak melanggar hukum.

"Sama sekali tidak melanggar hukum, kalau aturannya hukum, artinya tidak ada yang disalahkan apa yang dilakukan KPU."

"KPU mau memberi waktu pemaparan visi dulu tidak salah, langsung debat juga tidak salah."

"Karena dalam Undang-Undang hanya debat," jelas Mahfud MD.

Mahfud MD juga sempat membahas soal kritikan-kritikan yang dilontarkan beberapa pihak ke KPU.

Seperti tuduhan adanya kecurangan-kecurangan saat setelah pemungutan suara pemilu.

Ia pun menyebut bahwa hasil pemilu tidak bisa serta merta dibatalkan dengan adanya kecurangan.

"Pemilu itu bisa dibatalkan, apabila kecurangannya signifikan."

"Kalau Anda kalah 5 juta suara tapi hanya bisa membuktikan hanya 1.500 suara, maka ya Anda tetap kalah," ungkap Mahfud MD.

Menurut Mahfud MD, itu adalah pedoman yang ada.

"Karena kalau berpikir, 'ini hak konstitusional, satu suara curang harus dibatalkan', enggak akan pernah ada pemilu selesai," sambung Mahfud MD.

Mahfud MD kemudian mengatakan oleh karena itu hukum lantas mengatur kecurangan-kecurangan yang ada harus signifikan.

"Hadapi saja ini, karena Anda (KPU) akan dituduh curang, dan ingat, curang itu dilakukan oleh kontestan."

"Pada masa Orde Baru, kecurangan itu dilakukan dari atas, direkayasa ini hasilnya, yang tidak setuju dengan pemerintah diteror."

"Nah sekarang itu partai-partai sudah curang sendiri-sendiri di bawah," imbuh Mahfud MD.

Ia pun menyebut pengalamannya sebagai saat menjadi hakim.

"Saya ini hakim, tahu, PAN curang di sana, Golkar curang di sana, PDIP di sana, saya anggap semua ada datanya, ini bukan fitnah."

Meski demikian, menurut Mahfud MD, tidak semua kecurangan yang terbukti lantas membuat hasil pemilu menjadi tidak sah.

Ia pun mengungkapkan bahwa saat ini pemilu sudah dikontrol secara berlapis.

Sehingga tudingan seperti "KPU itu komputernya bisa menyedot suara" menurut Mahfud adalah omong kosong belaka.

"Tidak bisa, karena KPU itu menetapkan hasil pemilu berdasarkan kertas, bukan komputer, jadi dihitung lagi secara manual," kata Mahfud.

Simak selengkapnya dalam video di bawah ini.

(Tribunnews.com/ Siti Nurjannah Wulandari/ TribunWow.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini