Ramai akun resmi BMKG Juanda sebut nama paslon Capres 2019, akun tersebut langsung beri klarifikasi.
TRIBUNNEWS.COM -Ramai akun resmi BMKG Juanda sebut nama paslon Capres 2019, akun tersebut langsung beri klarifikasi.
Jelang pemilihan umum (pemilu) 2019, linimasa Twitter sering sekali memunculkan tagar nama pasangan calon Capres Cawapres 2019.
Setiap hari, trending topic Twitter hampir selalu ada nama Capres Cawapres 2019, baik untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf maupun Prabowo-Sandi.
Namun hari ini, ada satu cuitan yang mencuri perhatian netter Twitter.
Pasalnya, tagar yang hari ini Selasa (12/3/2019) trending Twitter yakni #PrabowoTheNextLeader ikut dicuitkan akun resmi pemerintah.
Akun pemerintah tersebut adalah akun resmi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) Juanda.
Akun @infobmkgjuanda awalnya mencuitkan peringatan dini di wilayah Jawa Timur.
Namun bukan hanya info grafis terkait peringatan dini cuaca, cuitan tersebut disertai dengan tagar PrabowoTheNextLeader.
Selang beberapa menit, cuitan tersebut telah dihapus oleh akun @infobmkgjuanda.
Akun @infobmkgjuanda juga memberikan klarifikasi terkait cuitan yang menyebut nama paslon Capres 2019 tersebut.
Baca: Kronologi Prabowo Pukul Petugas versi BPN, Keamanan Ditegur karena Dorong Emak-emak Sampai Jatuh
Baca: Video Prabowo Beri Peringatan Keras seorang Pria Viral, BPN Sebut yang Diperingatkan Aparat Keamanan
"Meteomin memohon maaf sebesar2nya atas postingan sebelumnya yg tdk pantas akibat dari ulah org2 yg tak bertanggung jawab mencoba mengambil alih twitter kami," cuit @infobmkgjuanda.
Pada hari yang sama, tagar tersebut berada di trending topik Indonesia hingga Selasa (12/3/2019) sore.
Selain nama paslon Capres 02, tagar yang menyebut nama paslon Capres 01 pun juga masuk di trending Twitter di hari yang sama, yakni tagar Jokowi Save Aisyah.
Baca: Siti Aisyah Cium Tangan Jokowi Saat Bertemu di Istana
Baca: Tim Cakra 19: Optimis Jokowi-Maruf Menang, Pemimpin Merakyat dan Berpengalaman
Jelang pemilu buzzer media sosial makin meningkat
Lalu berapakah bayaran seorang buzzer, penyebar konten di media sosial terkait paslon Capres Cawapres?
"Dapat uang masing-masing Rp 100 juta minimal untuk bos-bosnya. Bisa lebih. Mereka proyekan sampai pilpres selesai," ungkap Andi, seorang buzzer profesional yang mendapat order pada pilpres 2019 saat ditemui Tribun Network di kawasan Bekasi, Jawa Barat, pertengahan Februari 2019.
Para buzzer akan mengelola akun media sosial, lalu membuat konten serta menyebar melalui akun-akun tersebut.
Kata kunci dan hal terpenting bagi buzzer adalah menjalankan tugas sesuai order lalu melaporkan kepada pemesan.
Jumlah akun dan seberapa luas sebaran informasi tidak sedemikian perlu.
Bahkan berita bohong atau benar, bukan persoalan.
"Hoaks atau tidak, mereka tidak peduli, yang penting sudah kerja," ujar Andi.
Saat ditemui, Andi mengenakan kaos dan celana panjang bahan berwarna hitam.
Sembari duduk di kursi panjang, suaranya mulai pelan, badannya mulai condong ke arah jurnalis Tribun, seperti berbisik, saat mengungkap dana yang diterima para bos buzzer.
Sistem pembayaran dan besarnya upah buzzer diklasifikasi berdasarkan tingkatan.
Setingkat supervisor akan dibayar Rp 7 juta per bulan, disertai fasilitas kos atau kontrakan serta uang pulsa.
Kemudian, buzzer yang berada di tingkatan mandor dibayar Rp 3 juta per bulan.
"Untuk kasta terendah itu Rp 300 ribu. Kalau untuk customize, per hari Rp 100 ribu. Orang-orang ini dibayar karena rajin online. Tugasnya hanya untuk menyebar konten," kata Andi.
Andi masuk buzzer sejak tahun 2011 untuk misi mengawal calon gubernur pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2012.
Ia kemudian turun gelanggang dunia medsos juga pada Pilkada Jakarta 2017, dan Pilpres 2019 ini.
Menurutnya, terdapat empat bos besar yang dia kenali dan bermain di dunia maya. Keempat orang tersebut adalah, berinisial, YP, W, NS dan P.
Mereka memiliki ribuan pengikut di akun Twitter dan Facebook.
"Ada yang ahli IT, ada yang orang partai juga, ada yang memang didikan Buzzer salah satu partai politik," ujar Andit.
Terkait Pilpres dan Pileg 2019, Andi menuturkan, pemain buzzer umumnya melanjutkan pekerjaan sejak Pilgub DKI Jakarta tujuh tahun silam.
"Semuanya orang lama dari Pilkada Jakarta 2012. Sekarang, mereka ikut lagi dengan mendukung pasangan yang berbeda-beda," ucap Andi, pria berjenggot ini.
Saat ini, Andi sedang bekerja di salah satu tim pemenangan. Ia enggan menyebut capres yang didukung.
Namun dia menjelaskan, akun-akun politik sering menyertakan medsosnya dalam perdebatan.
Ruli, koordinator tim Buzzer dari tim pemenangan satu calon presiden, mengaku cukup kerepotan menghadapi militansi buzzer dari salah satu partai politik pengusung pasangan calonnya.
Seringkali buzzer dari parpol tersebut, tidak menempuh tabbayun atau cek dan ricek mengenai konten yang disebar.
"Ya gitu. Militansi yang lebih sering merepotkan. Mereka jarang ngecek soalnya," kata Ruli.
Baca: Polisi Kantongi Identitas Pembuat Hoaks Buzzer Jokowi
Buzzer militan tersebut, biasanya menyebarkan konten secara sporadis yang kontennya menjelekkan kubu lawan, apapun bentuknya.
Saat didebat kubu lawan, Buzzer militan itu keluar dari isu yang sebelumnya ia jabarkan.
Ia pun menyadari hal tersebut dan menjadi kritik kepada tim pemenangannya karena ada tuduhan hoaks dari kubu lawan.
"Pokoknya jelek aja. Tapi, kalau lagi menyebarkan yang kita mau, mereka sangat membantu," ucap Ruli.
Tim pemenangan yang diikutinya menyewa Buzzer profesional untuk ikut berperang dalam Pertarungan Udara selama Pilpres 2019.
"Ada. Kita sudah bayar di awal. Jadi, sekarang tidak ada bayar-bayar lagi," jelasnya.
Buzzer profesional ini diberi target untuk membuat trending topics di beberapa isu yang menarik dan cukup berat.
Mereka, juga memiliki target untuk menyebarkan ribuan cuitan Twitter atau share medsos via Facebook atau instagram setiap harinya.
Seluruh akun yang terdaftar dalam tim profesional itu, akan diawasinya dan koordinator lainnya.
"Kalau yang profesional ada targetnya masing-masing. Tapi, kalau dari partai politik, beda soalnya mereka juga harus menyebarkan konten yang diminta dari partai. Saya tidak terlalu terlibat kalau di sana," urainya.
Buzzer dalam bahasa Inggris berarti lonceng atau alarm.
Di Indonesia mempunyai arti kentongan, alat tradisional digunakan untuk mengumpulkan warga pada saat terdapat pengumuman atau berita penting, seperti bencana.
Pada media sosial, buzzer disebut sebagai orang yang memanfaatkan akun media sosial menyebarluaskan informasi, atau berpromosi produk, jasa, kegiatan, bahkan orang atau organisasi.
Buzzer yang memiliki banyak teman atau pengikut (follower) akun medsos, mampu mempengaruhi follower sesuai informasi yang dia sebar, maka dia disebut influencer.
Buzzer akan berpromosi secara terus-menerus melalui akun media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, tulisan (mikroblog) hingga video blog (vlog).
Buzzer biasanya mempunyai tarif, bukan gratisan. Semakin banyak followernya atau bisa juga influence dan engagementnya bagus, bisa kian mahal harganya.
Terkait tahun politik, para buzzer banyak menerima tawaran politik. Misalnya mempromosikan dan mendukung capres 01 atau capres 02, atau partai politik, atau calon legislatif.
Maraknya buzzer politik yang muncul belakangan ini menyebabkan istilah buzzer seakan-akan berkonotasi negatif.
Padahal tidak demikian adanya. Buzzer juga banyak yang berperan positif.
Bukan Capres
Terkait adanya jasa buzzer, tim sukses dua pasangan calon presiden mengatakan tidak terlibat, termasuk dalam hal pendanaan.
Ketua Gugus Tugas Kampanye Direktorat Program Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Garda Maharsy menjelaskan, pihaknya tidak mendanai buzzer secara profesional di luar dari tim pemenangan.
Garda mengatakan orang yang dipekerjakan secara profesional adalah orang-orang yang ada di balik akun resmi tim pemenangan TKN yang sudah terdaftar.
Di luar itu, tidak ada alokasi dana
"Saya rasa tidak ada. Kami juga tidak pernah menyewa tim buzzer mana pun dari luar," katanya.
Namun Garda menduga bisa saja hal tersebut dilakukan relawan dan masyarakat yang memiliki kecintaan dengan pasangan calon Jokowi-Maruf.
Para relawan tersebut, dibebaskan untuk mencari dana secara mandiri dalam melakukan gerakannya.
"Kalau ada relawan yang mau, ya silakan. Tapi, kalau dana dari kami tidak ada," ucapnya.
Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Direktur Informasi dan Teknologi Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno, Vasco Rusemy.
Ia membantah seluruh anggapan tentang pihaknya menyewa buzzer profesional.
Menurutnya, pembela Prabowo-Sandiaga murni atas dasar kecintaan terhadap pasangan tersebut. Tidak ada yang dibayar BPN.
"Tidak ada yang kami bayar. Perjuangan mereka murni atas dasar kecintaan terhadap pasangan Pak Prabowo-Sandiaga," kata Vasco.
(Tribunnews.com/ Amriyono Prakoso/ Siti Nurjannah Wulandari)