TRIBUNNEWS.COM - Peristiwa ledakan bom di Sri Lanka pada Minggu Paskah (21/4/2019) pagi menyimpan sejumlah cerita.
Diberitakan India Today, enam ledakan beruntun terjadi di Sri Lanka dan menyasar gereja hingga hotel-hotel.
Sejumlah fakta terungkap, mulai dari Polisi Sri Lanka telah memberikan peringatan serangan teror 10 hari lalu hingga nama kelompok radikal yang dicurigai.
Baca: Ledakan Terjadi di Tiga Gereja dan Tiga Hotel di Sri Lanka saat Minggu Paskah, Ratusan Korban Tewas
Polisi endus teror 10 hari lalu
Masih dari India Today, setidaknya 185 orang tewas dalam kejadian tersebut.
Lalu lebih dari 400 warga lainnya terluka.
Polisi Sri Lanka ternyata telah memperingatkan negara itu sekitar sepuluh hari sebelum ledakan seri hari Minggu ini.
Peringatan tersebut yakni terkait serangan teroris yang akan menargetkan gereja-gereja terkemuka di seluruh negara itu.
Keamanan juga meningkat tak lama setelah adanya peringatan polisi.
Polisi juga mendapat informasi tentang seorang pelaku bom bunuh diri di Kolombo.
Badan-badan intelijen asing telah memperingatkan Sri Lanka tentang dugaan aktivitas kelompok radikal.
"Sebuah agen intelijen asing telah melaporkan bahwa NTJ (National Thowheeth Jama'ath) berencana untuk melakukan serangan bunuh diri yang menargetkan gereja-gereja terkemuka serta komisi tinggi India di Kolombo," kata peringatan itu.
Kelompok radikal dicurigai
NTJ adalah kelompok Muslim radikal di Sri Lanka yang terkenal tahun lalu ketika dikaitkan dengan kejadian pengrusakan beberapa patung Buddha.
Enam ledakan beruntun mengguncang Sri Lanka pada Minggu pagi.
Ledakan itu menghantam tiga gereja dan tiga hotel mewah di Kolombo dan bagian lain negara itu, menewaskan 185 orang.
Menurut polisi, yang tewas termasuk 35 orang asing.
Belum diketahui apakah ada orang India yang terluka atau terbunuh dalam serangan itu.
Meskipun tidak ada kelompok atau individu yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan sejauh ini, laporan media lokal menunjukkan pelaku bom bunuh diri berada di balik serangan mengerikan di Sri Lanka.
Laporan menunjukkan, polisi Sri Lanka telah bersiaga nasional 10 hari sebelum ledakan pada hari Minggu tentang bom bunuh diri yang merencanakan serangan terhadap gereja.
Di Gereja St. Sebastian di Katuwapitiya, utara Kolombo, lebih dari 50 orang telah tewas, kata seorang pejabat kepolisian.
Media melaporkan 25 orang juga tewas dalam serangan terhadap sebuah gereja di Batticaloa di Provinsi Timur.
Baca: Penjelasan KBRI tentang Teror Bom yang Guncang Sri Lanka dan Ada Tidaknya WNI yang Jadi Korban
Tanggapan pemerintah Sri Lanka
"Pertemuan darurat dipanggil dalam beberapa menit. Operasi penyelamatan sedang berlangsung," kata Menteri Reformasi Ekonomi dan Distribusi Publik Sri Lanka, Harsha de Silva melalui Twitter-nya.
Dia mengatakan dirinya sudah mengunjungi dua hotel yang diserang dan berada di tempat kejadian di Gereja St. Anthony's Shrine dan menggambarkan kejadian sebuah tragedi yang mengerikan.
"Saya melihat banyak bagian tubuh berserakan," kicaunya.
"Banyak korban termasuk orang asing. Harap tenang dan tetap berada di dalam ruangan," tambahnya.
Hanya sekitar enam persen dari mayoritas penduduk Sri Lanka yang beragama Budha adalah Katolik, tetapi agama dipandang sebagai kekuatan pemersatu karena mencakup orang-orang dari kelompok etnis Tamil dan mayoritas Sinhala.
Minelle Fernandez dari Al Jazeera, melaporkan dari Kolombo, mengatakan krisis masih berlangsung.
"Kami mendengar bahwa rumah sakit nasional Kolombo masih menerima korban yang dibawa dari berbagai lokasi,"
"Dalam hal penegakan hukum, kami telah mendengar bahwa semua perayaan telah dibatalkan, bahwa keamanan di dalam dan sekitar kota telah diperketat," Fernandez melaporkan.
"Ini masih sangat terbuka ... masih terlalu dini [untuk berspekulasi siapa yang berada di belakang serangan itu] tetapi keamanan di ibukota dan bandara telah ditingkatkan setelah serangan," tambahnya.
(Tribunnews.com/Chrysnha, Natalia Bulan R P)