TRIBUNNEWS.COM – Ini bukan film dokumenter, tapi suguhan konser Metallica yang dibalut "cerita". Penggarapan konser demikian apik, membuat kita seakan hadir di arena, menyaksikan persiapan tokoh-tokohnya dari jarak dekat. Efek tiga dimensi (3D) semakin memperpendek jarak itu. Percikan keringat yang berasal dari kibasan rambut pemain bas Robert Trujillo, misalnya, seperti menerpa wajah kita.
Penonton dibawa menyusuri kesibukan di belakang panggung lewat pandangan mata sosok roadie muda bernama Trip (Dane DeHaan). Jangan berharap ada gagasan linear dalam jalan cerita film ini. Singkatnya, Trip diminta untuk mengambil "barang penting" milik Metallica di sebuah truk yang mogok di sebuah jalan. Dalam perjalanan, mobilnya ditabrak. Trip pingsan. Ketika tersadar, ia terjebak di sebuah kota yang menjadi pusat anarki.
Petualangan Trip selanjutnya begitu surealis seiring dengan menggeloranya entakan konser Metallica yang disuguhkan James Hetfield, Lars Ulrich, Kirk Hammett, dan Trujillo. Ketika lagu "Whiplash", "Cyanide", dan "For Whom the Bell Tolls" mengguncang stadion yang sesak penonton, di tempat lain di kota tak bernama itu Trip menyaksikan bentrokan massal antara perusuh dan pasukan antihuru-hara. Anarki pun tak terkendali.
Pada satu titik, Trip bergeser perannya dari sekadar "penonton" yang menyajikan semacam narasi menjadi tokoh sentral, yaitu ketika dirinya menjadi target pengejaran kaum perusuh.
Hal itu dimulai ketika Trip mencoba menolong korban kerusuhan yang diseret seorang penunggang kuda bertopeng yang bersenjatakan tombak panjang, khas ksatria abad pertengahan. Tokoh ini menjerat orang-orang di jalan dengan tali lasonya dan kemudian digantung di tiang-tiang lampu.
Sampai di sini, petualangan absurd Trip bersinggungan dengan aksi di panggung lewat suguhan "Master of Puppets". Sebuah ilustrasi yang dahsyat dan membuat fokus penonton menjadi bercabang. Kita ingin tahu bagaimana kelanjutan nasib Trip, tapi di saat bersamaan ingin secepatnya menyaksikan aksi panggung Metallica.
Tak perlu mengerutkan kening untuk mencari kelogisan jalan cerita. Petualangan Trip bisa jadi merupakan ekspresi bawah sadar yang terstimulasi lirik-lirik lagu Metallica yang kadang suram, pedih, kadang penuh amarah. Seperti halnya perlawanan menghadapi ketidakadilan yang digambarkan dalam "And Justice for All".
Patung raksasa Dewi Keadilan yang membawa timbangan dengan mata tertutup dibangun di tengah pertunjukan. Patung itu kemudian oleng dan hancur berantakan menghantam panggung. Di tengah situasi yang kaos, keempat pentolan Metallica tidak berhenti bermain. Cabikan gitar dan dentaman drum malah makin edan. Penonton pun histeris.
Ini adalah hiburan bagi para fan Metallica. Dengan aksi panggung yang memikat, lengkap dengan kehebatan teknologi laser, hanya satu yang dirasakan: sungguh beruntung mereka yang menonton langsung konser ini. Seperti juga yang dirasakan Trip ketika kembali pulang ke stadion dengan membawa "barang penting" milik Metallica dan mendapati konser telah usai. (MYR)
Metallica Through The Never
Pemain: James Hetfield, Lars Ulrich, Kirk Hammett, Robert Trujillo, Dane DeHaanu Sutradara: Nimrod Antalu Skenario: Nimrod Antal, Kirk Hammett