Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pengambilan film porno di Jepang ternyata tidak semua dilakukan sebenarnya.
Ada yang seperti seolah dimasukin, dengan teknik pengambilan gambar yang profesional. Ternyata yang sebenarnya tidak dimasukkan.
"Itu hanya kepintaran kita dalam pengambilan gambar, penggunaan kamera secara profesional. Jadi tidak dengan editing di grafik komputer (CG)," ujar Kei Morikawa, sutradara terkenal untuk AV (Adult Video) Jepang khusus kepada Tribunnews.com sore ini, Jumat (11/12/2015) di sebuah restoran di Shinjuku Tokyo.
Selama ini sedikitnya Morikawa telah membuat 1000 film porno di Jepang saja.
"Sedikit tipu-tipu mungkin. Jadi untuk mengatasi seolah sedang dimasukin, kita mengambil sudut tertentu yang cantik tapi kelihatan seolah sedang bermain sehingga imajinasi penontonnya juga pasti berpikir sedang bermain."
Lalu mengapa tidak dimasukkan sebenarnya?
"Ada kemungkinan artis porno sudah capai atau dia membatasi di kontraknya misalnya sehari hanya sekali saja. Kalau keseringan mungkin dia capai sekali. Artis juga harus jaga kesehatan supaya tidak sakit," katanya.
Terpenting menurutnya, kita mesti bisa menjaga perasaan sang wanita.
"Kalah dia tidak suka, mukanya dan mainnya jadi jelek, yang nonton juga tidak suka, film kita tidak laku terjual nanti kan repot," ujarnya.
Oleh karena itu biasanya ditanya dulu sebelum bermain, apa saja larangan atau yang dia tidak mau dilakukan saat adegan seks. Atau maunya dia bagaimana?
"Apabila kita bisa menyesuaikan keinginan dia, tentu diharapkan dia akan bermain baik dan hasil film pun bisa bagus nanti nya, ketimbang cemberut menahan kesal," katanya.