Setelah itu, pada 1976-1979, ia sempat mendirikan grup vokal bernama Eddy's Group bersama adik-adiknya.
Selain berkarier sebagai penyanyi, Eddy juga berkesempatan menempuh pendidikan di Institute of Technology di Mapua, Filipina, selama tiga tahun.
Terpuruk
Namun, nasib malang kemudian menimpanya. Eddy kehilangan ratusan juta rupiah hasil keringatnya di bidang tarik suara selama bertahun-tahun.
Ia menanam modal dalam perusahaan pest-control. Perusahaan yang didirikan pada 1980 itu bangkrut. Ia semakin terpuruk karena tawaran menyanyi mendadak sepi.
Belum lagi, ia harus kehilangan istrinya yang meninggal dunia setahun berikutnya.
"Saya bingung. Bayangkan usaha saya bertahun-tahun ludes hanya dalam waktu sekejap," ucap Eddy dalam sebuah wawancara.
"Beberapa buah mobil, tanah, dan uang tunai lenyap bagai ditelan bumi," ucapnya lagi.
Pemilik suara lantang itu kemudian memilih menenangkan diri di sebuah rumah sederhana miliknya di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Sejak itu, selama lima tahun hingga 1986, Eddy beristirahat dari ingar-bingar industri musik Tanah Air.
Bangkit
Pada 1987, penyanyi Emilia Contessa menarik Eddy kembali ke dunia yang ia cintai, tarik suara. Emilia mengajaknya ikut tampil bersama di Malaysia.
Berangsur-angsur, kehidupan Eddy membaik. Ia kemudian mulai banyak membawakan lagu-lagu daerah.
Lagu-lagu berjudul "Alusi Au", "Ndung Ku", "Romo Ono Malung", dan "Cugak" ia bawakan dengan apik.
Berkat dedikasinya melantunkan lagu-lagu daerah, Eddy dijadikan Duta Kebudayaan Indonesia pada 2010 oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik.
Ia bertugas mempromosikan budaya dan pariwisata nasional ke 49 negara lain di lima benua di dunia selama lebih dari sembilan bulan.