News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengenal Aqil, Anak Dengan Disleksia yang Jadi Inspirasi Film Wonderful Life

Penulis: Nurul Hanna
Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang anak penderita disleksia, Aqil saat menghadiri press screening sekaligus konferensi pers Film Wonderful Life di Senayan City, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2016). Aqil merupakan tokoh asli yang diperankan Sinyo pada film Wonderful Life. Tribunnews/Jeprima

Amalia menegaskan Diseleksia datang dari faktor genetik. Amalia menderita Diskalkuli yang membuatnya kesulitan membayangkan satuan jarak.


Aqillurachman Prabowo (Paling Kiri) bersama Rio Dewanto produser film Wonderful Life di pemutaran film perdana Wonderful Life di XXI Senayan City, Senin (10/10/2016) lalu.

Kedua adik Aqil pun didiagnosa Diseleksia.

Menghadapi kenyataan ini Amalia bukannya terpuruk, ia bahkan berjuang sekuat tenaga hingga ketiga anaknya menerima dan nyaman mengakui kendala tersebut.

"Disleksia selalu didampingi dengan hiperaktif, jadi suka menjatuhkan apapun. Makanyana kalu di restoran mereka menjatuhkan barang, mereka dengan santainya mohon maaf dan bilang bahwa mereka Disleksia," ujar Amalia.

Sampai kapanpun, Disleksia tidak bisa disembuhkan hanya bisa diarahkan. Harus ada pendampingan dengan menggunakan visual atau gambar.

"Diseleksia tidak bisa menerima perintah lebih dari tiga, jadi perintahnya harus digambar. Misalnya kamu harus ke supermarket digambar, habis itu nanti dijemput, maka digambarkan mobil. Jadi kalau misalnya pulang kerumah dia dikasih tanda, patokan. Kalau dikasih tau arah dan belok, dia nggak akan ngerti," ujar Amalia yang bekerja sebagai CEO ini.

Potensi Disleksia dapat dilihat sejak umur empat hingga lima tahun. Tetapi, baru dapat didiagnosa Disleksia saat umur tujuh tahun.

Menurut Asosiasi Diseleksia, satu dari sepuluh anak Indonesia mengidap Disleksia.

"Kalau dari asosiasi Disleksia itu satu dari sepuluh ya. Memang yang bermasalah, karena belum banyak yang kenal Disleksia jadi anaknya mudah dilabel bodoh. Disleksia beda dengan autis, kalau autism kan kelihatan dari perangai. Tapi Disleksia, anaknya happy aja," tutur Amalia.

Kini, Amalia fokus kepada gerakan #bewonderful yang memberi inspirasi kepada ibu dengan anak berkebutuhan khusus, khususnya Diseleksia.

"Kalau anak udah masuk kelas tiga atau empat SD, dianggap sebagai anak bodoh kan. Padahal diseleksia itu IQ-nya normal bahkan seringkali diatas rata rata jadi kasihan kalau nggak dikasih tahu," tandas wanita berkacamata ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini