Perlu diketahui saja, setiap bulan di Jepang keluar sekitar 4.000-an judul film esek-esek.
Anehnya, pemain wanitanya sangat dominan dibandingkan pemain prianya.
Dari sekitar 6.000-an bintang film porno wanita, hanya ada 70-an pemeran pria.
Sedikitnya pemain pria membuat Ken Shimizu – salah satu aktor industri esek-esek Jepang – mengaku lelah. Bayangkan, ia pernah tidak bisa liburan selama tujuh tahun!
“Jumlah bintang porno laki-laki di Jepang lebih sedikit dari jumlah harimau bengal,” cuit Shimizu di Twitter.
Sementara, besarnya animo siswi SMA atau mahasiswi terjun di industri porno karena memburu penghasilan.
Kerja sambilan di JAV tersebut menuai upah yang cukup besar setiap bulan, yakni 250 ribu yen (setara Rp27,5 juta).
Anehnya, dengan banjirnya video esek-esek itu, kasus pemerkosaan atau angka kejahatan seksual di Jepang sangat rendah.
Berbeda dengan di Indonesia yang banyak kasus pemerkosaan dipicu oleh tontonan video esek-esek yang beredar illegal.
Bisa jadi norma yang masih berlaku ketat di masyarakat Jepang serta cap “memerkosa adalah perbuatan gila” menjadikan kasus kejahatan seksual di Jepang sedikit.
Hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual juga keras.
Selain itu Jepang juga mengatur secara ketat dalam hal visualisasi film porno.
Film porno memang legal, tetapi coba perhatikan film-film porno mereka.
Bagian-bagian vital disensor. Bila kita temukan film porno Jepang tanpa sensor, bisa dipastikan film-film itu dikuasai Yakuza.(*)