“Pas awalnya sekali, kakak didiagnosa umur 1,5 tahun, harusnya dia lagi lucu-lucunya, tetapi anakku kok diam banget. Untungnya Kahlia itu enggak hiperaktif, autis itu kan macem-macem, Kahlia sangat kalem. Paling dibilang, Bu, anaknya gini gini…Aku enggak apa-apa, aku cuma mikir, Bisa enggak ya? Terus suamiku bilang, Kita bisa,” kenangnya.
Lalu, butuh berapa lama bagi Agatha Suci untuk menerima kenyataan tersebut dan berdamai dengan diri sendiri?
Ternyata tak begitu lama.
Bahkan Agatha sampai lupa kapan waktu tepat dirinya melakukan itu.
“Perjalanan menuju acceptance itu kan agak susah ya, tetapi aku percaya sama Tuhan. Aku berdoa, setiap malam aku ngobrol sama Tuhan, aku cari segala hal yang baik dalam hidup aku, aku juga cari hal yang terburuk dalam hidup aku, ternyata enggak ada. Dan saat itu aku merasa, Oh aku sudah menerima diriku sendiri, deal with myself,” kata Agatha.
Ia dan sang suami pun berusaha memberikan yang terbaik bagi kedua anak mereka lewat berbagai macam terapi baik di rumah maupun di sekolah.
Tentu dengan biaya yang tak murah.
Meski begitu, perempuan berusia 33 taun ini merasa bersyukur mempunyai anak yang sehat.
Yang terpenting bagi Agatha, tak pernah membandingkan kehidupannya dengan orang lain.
“Jadi, aku lagi-lagi berkata, berdamai dengan diri sendiri, dan selalu bersyukur, karena orang punya perjuangan masing-masing. Kita enggak bisa membandingkan hidup kita dengan yang lain. Apa pun yang dihadapi oleh kita, pasti kita bisa hadapi, kita harus berdamai dengan diri sendiri dan situasi. And, I’m ready to go!” tutur Agatha.(*)
(Firli Athiah Nabila)