Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengungkapkan alasannya turun ikut aksi.
“Pengen ikut kuliah, tapi disuruh ikut demo, ehee mantapnya dosenku,” kata Arafah.
Selain sibuk di dunia hiburan, wanita kelahiran 2 September 1997 itu juga tengah sibuk kuliah.
Ia mengambil jurusan Manajemen Pendidikan di UIN Jakarta.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya berbagai aksi demonstrasi dilakukan serentak di seluruh Indonesia 23 hingga 24 September 2019.
Secara garis besar aksi unjuk rasa itu menuntut hal yang sama, yakni meminta pemerintah membatalkan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, membatalkan pengesahan UU Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi, hingga soal kebakaran hutan.
Sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo mengatakan, aksi mahasiswa turun ke jalan tersebut merupakan bentuk ketidakpuasan melihat proses pengesahan sejumlah RUU yang dianggap terburu-buru.
"Ada kecurigaan terhadap Dewan (DPR) yang kemudian diakomodasi Presiden dengan waktu yang begitu cepat sehingga menimbulkan kecurigaan," ucap Imam Prasodjo kepada Kompas.com, Senin (23/8/2019).
"Tapi begitu tahu informasi yang lebih dalam, banyak pasal yang menimbulkan tanda tanya, bahkan kesimpulan banyak sekali pasal yang seharusnya tidak diundangkan," kata Imam.
Revisi UU KPK, misalnya, hanya butuh belasan hari hingga disahkan. Bahkan, kali ini Presiden Joko Widodo langsung memuluskan pembahasan di DPR RI.
Padahal, sejak dulu berbagai pihak mengkritisi pasal-pasal dalam RUU KPK yang dianggap melemahkan KPK.
Penyebab kedua, kata Imam, mahasiswa memprotes pemerintah karena Jokowi seolah terkepung kekuatan oligarki partai..
Maka, mahasiswa beranggapan bahwa presiden harus mendengar langsung keinginan masyarakat, bukan hanya melalui perpanjangan tangan di DPR RI.
Sebab, menurut Imam, ada perbedaan pandangan masyarakat umum dengan anggota DPR yang semestinya menyalurkan aspirasi masyarakat.