TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat Indonesia dalam waktu dekat ini akan kembali disuguhkan film bergenre religi berjudul Jejak Langkah 2 Ulama.
Film Jejak Langkah 2 Ulama diinisiasi oleh Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama Pondok Pesantren Tebuireng.
Film Jejak Langkah 2 Ulama secara garis besar menceritakan perjalanan hidup 2 ulama besar nusantara, Kyai Haji (KH) Ahmad Dahlan dan Kyai Haji (KH) Hasyim Asy'ari.
Di film ini, penonton akan dimanjakan dengan base true story dari kedua tokoh besar dari masa kecil hingga memperjuangkan tegaknya agama di bumi Indonesia.
Produser film Jejak Langkah 2 Ulama yang juga cicit KH Ahmad Dahlan, Andika Prabhangkara mengatakan, film ini memiliki banyak pelajaran berharganya.
"Tidak hanya sekedar tonton tapi juga tuntutan," ujarnya saat mengunjungi kantor Tribunnews.com beberapa waktu lalu.
Baca:VIRAL Pria Diusir Petugas Karena Merokok, Ini Hal-hal yang Tak Boleh Dilakukan saat di KRL
Dalam kesempatan tersebut, Andika juga menceritakan film Jejak Langkah 2 Ulama memiliki perbedaan dari film pendahulunya.
Diketahui sebelumnya, telah ada dua film yang menceritakan kehidupan dua ulama besar ini.
Pertama perjalanan KH Ahmad Dahlan dalam film Sang Pencerah pada 2010.
Kedua, Sang Kiai yang menceritakan kisah hidup KH Hasyim Asyari yang rilis di 2013.
Menurut Andika, pihaknya ingin menampilkan sesuatu yang belum pernah diulik dari kedua film sebelumnya.
"Kita ingin menampilkan yang belum ditampilkan di film pendahulunya," ungkap Andika.
Andika mencontohkan, tidak banyak orang tahu KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari memiliki guru yang sama.
Baik guru ketika ada di Indonesia dan saat keduanya memperdalam ilmu agama di Makkah al-Mukarramah.
Film yang dijadwalkan rilis pada Januari 2020 juga berisi tentang kebersaaam antara dua tokoh tersebut saat memperdalam ilmu agama.
"Mereka berdua belajar di Sholeh Darat," katanya.
Baca: Viral Video Bocah Main Saklar Flyover Palur, Bisa Didenda 20 Juta? Ini Perda yang Mengatur
Kehadiran tokoh-tokoh lain seperti Raden Adjeng Kartini dalam perjalanan hidup KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari membuat film tersebut semakin menarik untuk ditonton.
Andika menambahkan, film Jejak Langkah 2 Ulama juga memuat kerja keras kedua tokoh ini dalam membentuk dua organisai Islam terbesar di Indonesia yang masih aksis hingga saat ini.
Menurutnya, pembetukan Muhammadiyah dan Nahdlatul 'Ulama bentuk kerisauan KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari melihat kondisi ketika itu.
"Muhammadiyah dibentuk di Jogja dan di daerah keraton."
"Dan sedangkan KH Hasyim di kawasan Tebuireng daerah bisa dibilang molimoh-lah," lanjut Andika.
Dengan perbedaan lokasi inilah yang membuat cara kedua ulama dalam berdakwah memiliki cara tersendiri.
Meskipun terdapat perbedaan, ternyata ada persamaan di antara KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari yang berhasil dikemas dalam lewat film Jejak Langkah 2 Ulama.
Kata Sutradara film Jejak Langkah 2 Ulama
Hal senada juga diungkapkan Sutradara film Jejak Langkah 2 Ulama, Sigit Ariansyah menuturkan banyak pelajaran yang bisa diambil generasi milenial dengan menonton film garapannya ini.
Menurutnya, anak muda zaman sekarang sebatas tahu Kyai Haji (KH) Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari secara umum bahwa mereka ulama besar.
Sigit menilai selain ulama besar yang mengajarkan ilmu agama ke santri-santrinya, mereka berdua juga berjuang mewalan kolonialisme pada saat itu.
"Mereka (generasi milenial) harus tahu, banyak yang tidak tahu mereka berdua adalah pahlawan nasional," tutur Sigit.
Sigit juga mengatakan pesan utama yang ingin disampaikan lewat film ini adalah 'memahami perbedaan, menjunjung persamaan'.
Baca: Viral Pria Kecanduan Game hingga Juling dan Gila, Ini Pengakuan Si Pembuat Video
Kalimat ini kemudian dijadikan gambaran keseluruhan (logline) dari film 'Jejak Langkah 2 Ulama'.
"Ini logline kita, memahami perbedaan dan menjunjung persamaan," ungkap Sigit
Sigit mengatakan pemilihan kata 'memahami' bukan tanpa sebab.
Menurutnya selama ini sudah terlalu biasa atau mainstream untuk menghormati perbedaan.
Sigit menjelaskan perbedaan bukan untuk dihormati, melaikan untuk dipahami.
"Baru bisa menghormati orang yang berbeda," tandasnya.
(*)
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)