"Aku udah ngelewatin mental breakdown itu di umur 19, aku bener-bener kaya aku hampir mengakhiri hidupku," terang Prilly.
"Karena saat diumur 19 kan aku dapat musibah saat itu, di mana semua orang ngeberitain aku negatif, terus aku dihubungan toxic friendship."
"Yang di mana aku berteman sama orang tapi ternyata temen-temen itu nggak tulus sama aku," lanjut dia.
"Terus aku juga baru mulai ada di spotlight, di mana semua orang ngelihatin aku, setiap hari infotainment mberitain aku," imbuhnya.
Mental breakdown yang dialami oleh Prilly membuat dirinya memilih untuk tidak keluar kamar selama empat hari.
Prilly juga tidak menginginkan ada kamera yang menyorotnya, meskipun banyak rekan media yang menunggu di depan rumah ingin bertemu dan lakukan wawancara.
Ketika itu, orangtuanya tau apabila Prilly sedang tidak dalam kondisi yang baik dan semestinya.
Sehingga semua benda tajam disimpan dengan baik oleh mamanya dari jangkauan Prilly.
Orangtua Prilly mengetahui hal tersebut dari tingkah lakunya yang lebih sering menangis.
Prilly juga menceritakan, kunci kamarnya diambil oleh mamanya agar dapat sering mengontrol ke dalam kamar.
Tak hanya itu, Prilly merasa terpuruk dengan kondisi yang tengah dialami serta merasa sendiri karena tidak memiliki orang yang dipercayainya selain orang tua.
"Aku nggak keluar kamar selama empat hari," jelas Prilly.
"Sampai pisau, gunting semua diumpetin sama papa mama, mereka tau karena ngelihat gerak gerik aku yang nangis tiap menit."
"Mama aku setiap menit ngecek kamar aku, aku nggak boleh ngunci kamar, kuncinya diambil," ujar dia.