News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dulu Filmnya Kontroversi, Muhammad Khan Kaget Kucumbu Tubuh Indahku ke Asian Pasific Film Festival

Penulis: Bayu Indra Permana
Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muhammad Khan beberapa saat setelah memenangi Piala Citra dalam FFI 2019 untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik. Melalui akun Twitter pribadinya, Shah Rukh Khan terlihat mengomentari video saat aktor pemeran Juno dalam film Kucumbu Tubuh Indahku ini

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Bayu Indra Permana

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemeran film Kucumbu Tubuh Indahku, Muhammad Khan kaget mendengar film yang dibintanginya akan ikut ajang Asian Pasific Film Festival (APFF) 2020 di Makau.

Muhammad Khan justru mengaku baru mendengar hal tersebut dari awak media. Sebab sejauh ini belum ada yang memberitahu dirinya.

"Saya baru dengar nih (Kucumbu Tubuh Indahku ikut APFF) saya belum dapet kabar apa-apa," kata Muhammad Khan saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (3/1/2020).

"Saya memang dikabari kalau di tahun 2020 film Kucumbu Tubuh Indahku akan ikut beberapa festival. Cuman saya belum lihat ada festival apa saja," lanjutnya.

Muhammad Khan mengaku tetap senang film yang ia bintangi bisa mengikuti festival internasional. Walaupun ia belum tahu festival seperti apa APFF tersebut.

Baca: Film Kucumbu Tubuh Indahku Gugur Wakili Indonesia di Nominasi Oscar 2020, Ini Daftar Film yang Lolos

Baca: Pemenang Piala Citra Muhammad Khan Bakal Ditemui Shah Rukh Khan

"Saya senang lah jelas, karena kan seperti yang dikatakan mas Garin. Ia pengen film kami ini usianya minimal lima tahun, jadi selama itu masih bisa terus dinikmati," ujar Muhammad Khan.

"Cuman untuk festival APFF saya belum tahu nih visi misinya seperti apa. Karena saya baru dengar kabar tersebut," lanjutnya.

Film Kucumbu Tubuh Indahku bersama dengan film Ambu didaftarkan oleh Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) untuk mengikuti ajang APFF di Makau pada 7-9 Januari 2020.

Kedua film tersebut dianggap bisa mewakili budaya Indonesia yang disampaikan dalam sebuah karya visual berbentuk film.

Baca: Sinopsis Film 99 Nama Cinta (2019), Tayang di Bioskop Mulai Besok 14 November 2019

Potongan adegan film Kucumbu Tubuh Indahku garapan sutradara Garin Nugroho yang diprotes warga. (Istimewa)

Sempat Kontroversi karena Dianggap Pro LGBT

Film garapan Garin Nugroho itu, sempat mengundang kontroversi di masyarakat.

 
Setelah beberapa waktu lalu dihentikan pemutarannya di Semarang, kejadian serupa terjadi di Lampung.

Kucumbu Tubuh Indahku dihentikan secara paksa oleh salah satu ormas keagamaan, Selasa (12/11/2019) siang. Sebelumnya, peristiwa serupa juga terjadi di Semarang.

Film ‘Kucumbu Tubuh Indahku’ merupakan film yang dirilis 18 April 2019 lalu.

Menceritakan tentang Juno, sebagai penari lengger dan kegelisahan terhadap jati dirinya. Film yang diproduseri Ifa Ifansyah ini, menyabet gelar juara Venice Independent Film Critic, Festival Des 3 Continents, dan Asia Pasific Screen.

 Pemutaran film Kucumbu Tubuh Indahku di bioskop menuai kecaman beberapa pihak, termasuk tiga pemerintah daerah; Depok, Jawa Barat, serta Kubu Raya dan Pontianak, Kalimantan Barat.

Film Kucumbu Tubuh Indahku garapan sutradara kawakan Garin Nugroho ditolak penayangannya di beberapa daerah karena dianggap "mengkampanyekan LGBT".

Film yang menampilkan peleburan maskulin dan feminin dalam tubuh karakter utamanya dianggap mengangkat budaya LGBT secara berlebihan.

Sejak ditayangkan mulai 18 April, pemerintah di beberapa kota langsung melarang penanyangan film ini. Seperti yang terjadi di Depok, Bekasi, Garut, Palembang, Pontianak, Kubu Raya, Pekanbaru dan yang terakhir di Padang.

Adegan 'penyimpangan seksual' yang Lulus Sensor
Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan menganggap pemutaran film ini berdampak pada keresahan masyarakat karena adegan penyimpangan seksual yang ditayangkan di film tersebut dapat mempengaruhi cara pandang atau perilaku masyarakat, terutama generasi muda.

"Terutama dalam kaitannya adanya perilaku seks menyimpang, yang itu tentu rentan dan dikhawatirkan akan menjadi suatu pembenaran bagi generasi muda yang tidak memahami," ujar Muda.

Padahal, Lembaga Sensor Film (LSF) menyatakan film ini lolos sensor. Ketua LSF Ahmad Yani Basuki beralasan meloloskan film ini karena dianggap mengandung nilai edukasi.

Kecewanya Sang Sutradara
Sutradara Garin Nugroho mengatakan bertubi-tubinya pelarangan penayangan yang ditujukan terhadap filmnya dari berbagai pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di sejumlah daerah menunjukkan "kemerosotan terhadap penghormatan cultural diversity dan demokratisasi."

"Jadi sebenarnya saya adalah korban dari apa yang disebut dengan demokratisasi dari massa yang banal," ujar Garin.

Selain itu, menurut Garin, menjamurnya politik identitas membuat semua kelompok, baik kaum mayoritas maupun minoritas, mulai sangat radikal.

"Kucumbu terperangkap di tengah era dari apa yang disebut dengan politik identitas itu sendiri."

Sayangnya, sebelum pelarangan penayangan, Garin menuturkan dirinya tidak pernah diajak dialog oleh para pemimpin daerah dan pemuka agama yang melarang filmnya.

Padahal, Garin menuturkan, daftar panjang film-film bertema gender dan seksualitas ada dalam sejarah perfilman Indonesia.

Seperti film Akulah Vivian dan Istana Kecantikan di tahun 80-an, disusul karya-karya baru yang muncul kemudian, banyak yang mengulas LGBT.

"Sehingga dalam perspektif sejarah pun mengagetkan reaksi publik sekarang jauh lebih merosot dibanding apa yang disebut kematangan penonton sebelumnya.

Ben Murtagh, dosen di School of Oriental and African Studies, Inggris dalam bukunya "Gender and Sexualities in Indonesian Cinema: Constructing gay, lesbi and waria identities on screen" bahkan mencatat gay, lesbian dan waria sudah meramaikan layar lebar Indonesia sejak tahun 70-an.

Kehadiran mereka dalam dunia film, tak banyak menuai protes seperti sekarang.

Istana Kecantikan yang ditayangkan tahun 1988 dianggap sebagai salah satu film yang paling sering dirujuk ketika membahas soal penggambaran gay di sinema Indonesia.

Film yang dibintangi aktor Mathias Muchus ini juga menjadi film Indonesia pertama yang menyebut kata "gay" dalam dialognya.

Bukan untuk ditonton anak-anak dan remaja
Ketua LSF Ahmad Yani Basuki mengungkapkan kegaduhan muncul setelah beredarnya trailer film Kucumbu Tubuh Indahku yang belum disensor oleh LSF. Trailer itu diedarkan melalui platform YouTube dan bisa ditonton secara bebas oleh khalayak umum tanpa batasan usia.

Padahal, LSF kemudian meloloskan film ini untuk ditonton oleh dewasa dan tidak layak ditonton oleh anak-anak dan remaja.

"Untuk anak-anak dan remaja, film ini memang tidak layak. Tetapi kalau untuk dewasa, LSF memandang ini ada nilai edukasinya. Ada muatan edukasi yang patut ditonton oleh orang-orang dewasa," jelas Yani.

Menurutnya, "wajar kalau itu menimbulkan [kegaduhan] bahwa film ini tidak cocok untuk anak-anak atau remaja."

"Kami juga berusaha menjelaskan kepada publik, film ini secara proporsional," tuturnya.

Film ini mengisahkan kehidupan anak manusia bernama Wahyu Arjuno yang disapa Juno, yang pada masa kecilnya tidak memperoleh asuhan sebagaimana mestinya karena ketidakhadiran orang tuanya. Kesendiriannya mengharuskannya untuk pindah dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain.

Perjalanan hidup membawanya ke lingkungan komunitas lengger lanang, tari tradisional asli Banyumas yang dimainkan oleh lelaki yang didandani dan menari layaknya perempuan. Di sini dia menjadi seorang penari yang harus tampil feminim sebagai penari yang lemah gemulai.

Perjalanan hidup juga yang kemudian menjadikannya seorang gemblak, sebutan bagi anak muda laki-laki yang dianggap semacam 'kekasih' warok, tokoh dalam seni reog.

"Kehidupan ini secara umum untuk perkembangan anak dan remaja tidak lazim, tapi fenomena ini ada di tengah sudut kehidupan masyarakat."

"Ini sebetulnya ketika diangkat menjadi film ini, itu menjadi nilai edukasinya mengingatkan orang tua hati-hati ketika mendidik anak, jangan sampai salah asuh," kata Ketua LSF Ahmad Yani.

Metafora trauma tubuh

Namun, sang sutradara, Garin Nugroho yang kerap mengusung tema sensitif dalam film-filmnya mengungkapkan, film garapannya kali ini ingin mendedah trauma tubuh, tentang perjalanan maskulin dan feminim dalam tubuh seorang penari, Rianto, yang menjadi inspiratornya.

"Tema saya tentang trauma tubuh yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam film ini. karena tokohnya seorang penari, maka trauma tubuhnya menyangkut maskulin dan feminim."

"Tentang LGBT pasti menjadi bagian dari persoalan feminim dan maskulin itu. Oleh karena itu harus dimunculkan dan dialogkan."

Trauma 'tubuh' yang dimaksud Garin, bukan hanya tubuh secara fisik, tapi juga metafora. Selain tentang gender dan seksualitas, ia juga menyinggung memori sebuah bangsa yang dikubur dan enggan dibicarakan karena menimbulkan trauma.

Itu adalah 'tubuh personal' si penari, 'tubuh sosial'-nya, menyangkut perjalanan hidupnya beradaptasi dengan lingkungan yang satu dengan yang lain dan 'tubuh politik', yakni tudingan komunis yang ditujukan oleh ayahnya yang membuatnya trauma dan membayangi perjalanan hidupnya.

"Jadi ada sebuah tubuh dengan trauma-traumanya dan ada bangsa yang tidak memecahkan trauma-traumanya dan melahirkan trauma yang menjadi penyakit bersama bangsa ini," jelas Garin.

Lebih jauh, Garin menuturkan, selain mengisahkan perjalanan hidup si penari, karya ini juga tumbuh dari sebuah riset tentang dualisme gender dalam berbagai aspek kehidupan, baik alam semesta, maupun seni tradisi yang sudah menjadi bagian dari sejarah bangsa.

Pemilihan lengger dan reog merupakan usaha Garin mendekatkan tema-tema tersebut pada penonton.

Lewat tokoh warok yang menjadikan Juno sebagai gemblaknya, Garin membuat pernyataan bahwa hubungan sesama jenis bukan hal baru dalam budaya Indonesia.

Bahkan, kisah penari lengger dipilih untuk menjadi contoh keberagaman ekspresi seksual. Lengger merupakan kesenian yang ditarikan lelaki dengan berdandan ala perempuan.

Kesenian ini sudah hadir di tengah masyarakat Banyumas sejak lama dan tercatat dalam Serat Centhini yang keluar pada 1814.

Feminisme dan maskulinitas dalam tubuh penari
Didik Nini Thowok, penari yang sudah sekian lama mempraktikan tarian lintas gender mengungkapkan alasan di balik mengapa dahulu kala, banyak pria yang menari layaknya perempuan.

Contohnya, dalam wayang wong gaya Yogyakarta yang dipentaskan pada masa Sultan Hamengkubuwono VII pada Abad 19, tokoh perempuan dalam kisah itu diperankan oleh laki-laki untuk menjaga citra perempuan kala itu.

"Wanita pada zaman itu kalau tampil di depan umum imejnya jelek. Makanya wanita digantikan perannya oleh laki-laki," jelas seniman yang kini tinggal di Yogyakarta itu.

Hal yang sama juga diterapkan dalam seni lengger yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah.

Bahkan, ada satu desa di Banyumas yang hingga kini masih mempertahankan tradisi tarian lengger untuk keperluan ritual, harus dilakukan oleh penari pria.

"Kalau yang menarikan wanita, pasti ada malapetaka, mana yang panggungnya jebol, mana yang hujan angin, macam-macam," kata dia.

Sama dengan film-film bertema gender, Didik yang sudah berpuluh-puluh tahun mempraktikkan tarian lintas gender mengaku, baru akhir-akhir ini muncul pelarangan untuk pentas di televisi.

"Mereka itu harusnya memahami budaya, karena ini kaitannya dengan seni budaya, dan juga sebaiknya belajar dulu. Karena apa yang saya lakukan membawakan tari cross-gender adalah tradisi yang sudah lama di Indonesia,"

Bahkan, stereotip penari pria yang lemah gemulai, identik dengan homoseksual kian menggejala.

Dia was-was jika stereotip buruk terus dicapkan pada seni tradisi ini, alih-alih tradisi ini justru tergerus zaman.

"Kalau kemudian itu banyak orang yang semakin melarang tradisi semacam ini ya selesai sudah," cetusnya.

Melenggang ke Oscar 

Pernah menuai kecaman di tiga daerah karena dianggap mengkampanyekan isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender), Film Kucumbu Tubuh Indahku, melenggang ke Oscar.

Film garapan sutradara Garin Nugroho terpilih untuk mewakili Indonesia untuk ajang Academy Awards atau Oscar ke-92 untuk kategori International Feature Film.

Kucumbu Tubuh Indahku, terpilih dari 42 film yang diseleksi oleh Komite Oscar 2019 atau The Indonesian Academy Awards Selection Commitee (IOSC).

 
Film tersebut tayang di bioskop selama rentang waktu 1 Oktober 2018 hingga 30 September 2019.

Kucumbu Tubuh Indahku sebelumnya bersaing dengan Ave Maryam garapan Robby Ertanto dan 27 Steps of May, garapan Ravi Bharwani.

“Setelah dilakukan penilaian dengan seksama, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, Indonesian Academy Awards 2019 menetapkan film berjudul Kucumbu Tubuh Indahku sebagai film pilihan dan berhak mewakili Indonesia ke Academy Awards ke-92 untuk kategori International Feature Film,” kata Sheila Timothy, selaku Sekretaris Komite Seleksi Film Nasional dalam konferensi pers di XXI Lounge Plasa Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9).

Film yang dibintangi Muhammad Khan dan Randy Pangalila itu, dianggap sebuah karya film yang lengkap.

“Film itu bukan hanya bahasa oral dan gambar saja, namun terdapat ada bahasa batin dan rasa,” kata tambah Christine selaku Ketua Komite Seleksi Film Nasional.

Lebih lanjut, dia mencontohkan bahwa adegan percintaan dalam film ini digambarkan tidak seperti biasa sebagaimana orang bercinta yang vulgar.

“Tapi justru dengan idiom-idiom dalam budaya kita itu ada penari Lengger. Sekaligus ini perkenalkan kayanya budaya kita. Jadi ini yang kita lihat lengkap di samping pesannya yang kuat bicara tentang kemunafikan. Artinya orang yang membuat hukum itu justru melakukan lebih buruk lagi. Dan menganggap dunia ini milik sekelompok kecil saja, dan orang yang dianggap tak bermoral tidak boleh ada,” tambahnya.

Komite Oscar 2020 atau The Indonesian Academy Awards Selection Commitee (IOSC) bertugas memilih film dari Indonesia yang akan diikutkan dalam ajang Academy Awards atau Oscar ke-92 untuk kategori International Feature Film.

Sebelumnya, ajang tersebut bernama The Oscars Foreign Languange Film.

Sebagai pelaksana, Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) ditunjuk oleh panitia Academy Awards untuk Oscar ke-92 untuk kategori International Feature Film sejak 1987.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini