Haris mengatakan, salinan kontrak yang baru diserahkan 14 April lalu, padahal tanda tangan kontrak dilakukan sejak 7 Februari 2020.
Kejanggalan lain dari kontrak tersebut yang dijabarkan oleh Haris adalah tidak adanya keseimbangan ganti rugi.
Dengan hal ini, Haris menyebut Pro Aktif bisa menuntut ganti rugi pada Syakir, sementara kliennya tidak memiliki hak untuk menuntut ganti rugi.
"Jangankan konten kreator, narik orang untuk kerja di kantor enggak mungkin semua kerja sendiri, terus kalau rugi enggak boleh komplain," ujarnya.
2. Sedang butuh uang
Sementara itu, Syakir mengaku tak paham saat menandatangani kontrak dengan Pro Aktif Februari 2020 lalu.
Saat itu, dia sedang dalam kondisi terdesak, sehingga tak memahami dengan baik isi kontrak.
"Memang sedang terdesak kan (butuh uang), enggak ditemenin siapa-siapa," kata Syakir.
Haris berujar, Syakir tak hanya diberikan uang, tapi bahkan dijanjikan akan diberikan mobil, serta tempat tinggal.
"Itu kayak keuntungan yang diberikan lebih dulu semacam deposito atau apa," kata Haris.
Kendati demikian, Haris mengatakan kontrak tersebut seharusnya batal lantaran Syakir masih di bawah umur dan tak didampingi.
"Kontrak yang pertama Syakir masih di bawah umur, jadi otomatis kontraknya itu batal secara hukum," jelas Haris.
"Jadi ada kebohongan keluarga ikut jadi wali, itu enggak ada," sambungnya.
3. Hanya mencari rezeki
Sedangkan, Syakir menilai pembagian hasil dari YouTube dengan Pro Aktif tidak adil.
Padahal, Syakir mengaku sudah memenuhi kewajibannya untuk mengisi konten di YouTube tersebut sesuai dengan isi kontrak.
"Kalau YouTuber melakukan semuanya, mereka yang bikin konten, mereka yang promo, sudah lakukan itu semua, (malah) dikasih 15 persen, YouTuber mana yang mau," kata Syakir.