TRIBUNNEWS.COM - Lelang keperawanan yang sempat disampaikan oleh selebgram Sarah Keihl melalui akun Instagram pribadinya dinilai melanggar kesusilaan.
Menurut Ahli Hukum dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Agus Riewanto, aksi Sarah Keihl yang menyatakan diri siap melelang keperawanan demi membantu korban Covid-19 itu dapat dikenai pasal 27 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2018 tentang ITE.
Agus menambahkan, dalam pasal tersebut, Sarah Keihl bisa mendapat hukuman pidana maksimal 6 tahun penjara.
"Pasal itu mengatur mengenai larangan penyebaran informasi elektronik yang berbentuk pelanggaran kesusilaan."
"Itu yang disampaikan ketika dia menjual keperawanan itu kan aspek susila, sesuatu yang dijunjung tinggi masyarakat tetapi dia informasikan secara daring di elektronik, secara main-main itu melanggar kesusilaan," ungkap Agus saat dihubungi Tribunnews.com melalui sambungan telepon, Kamis (21/5/2020) malam.
"Itu diatur di pasal itu, hukumannya maksimal 6 tahun," tambahnya.
Selain itu, menurut Agus, Sarah juga melanggar Pasal 296 jo Pasal 506 KUHP.
Dalam hal ini, Agus mengatakan, perbuatan Sarah dianggap telah melakukan pekerjaan mucikari ataupun PSK secara online.
"Bisa dikenai Pasal 296, Pasal 506 KUHP, di dua pasal itu intinya itu seseorang untuk menjadi mucikari dan PSK."
"Kalau yang dikatakan Sarah itu ada unsur dia menjual keperawanan, dia bisa ada unsur-unsur ini perbuatan PSK, boleh jadi itu adalah tindakan yang berlaku sebagai mucikari. unsur itu bisa dijerat pada yang bersangkutan," terangnya.
Agus pun menyampaikan, meskipun Sarah telah mengklarifikasi bahwa pernyataannya hanya berupa candaan ataupun sarkasme, hal itu tetap tidak bisa menghapus pidananya.
Baca: Lelang Keperawanan Sarah Keihl Disebut Langgar Norma hingga Tak Pantas Dianggap Candaan
Hal ini lantaran, Agus mengatakan, dalam hukum pidana maka yang dihukum adalah perbuatannya.
"Video yang dia hapus itu tidak menghilangkan perbuatannya, unsur pidananya tetap bisa dikenai," kata Agus.
Bahkan, Agus menambahkan, sekalipun Sarah telah menyampaikan permohonan maaf, hal itu hanya dapat menjadi pertimbangan ketika sudah diproses di pengadilan.
Ia pun menegaskan bahwa maaf tidak akan menghapuskan pidana.