News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wawancara Khusus Tribunnews

Pengalaman Terburuk Eet Sjahranie: Ditimpuk Batu Saat Manggung

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

News Director Tribun Network, Febby Mahendra Putra (kiri) bersama Gitaris Band Edane, Eet Sjahranie usai wawancara khusus di Kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Rabu (24/2/2021). Tribunnews/Irwan Rismawan

WAWANCARA KHUSUS Tribunnews.com dengan Eet Sjahranie

TRIBUNNEWS.COM , JAKARTA - Pandemi Covid-19 mengubah setiap aspek kehidupan termasuk dunia musik. Konser tatap muka diminimalisir. Praktis membuat kantong musisi menjerit.

Gitaris EdanE Eet Sjahranie merasa berubah.

Kebiasaan baru sehari-harinya sebagai musisi kini tak lagi sama seperti sebelum pandemi Covid-19. Pria yang aktif bermusik sejak kecil ini merasa mengalami kesulitan.

"Karena tidak bisa show dan lain-lain," ujar Eet saat wawancara dengan Direktur Tribun Network Febby Mahendra Putra, Rabu (24/2).

Baca juga: Sering Diminta Mengajar Musik, Tapi Selalu Menolak, Eet Sjahranie Ungkap Kekurangannya

Gitaris Band Edane, Eet Sjahranie berpose usai wawancara khusus di Kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Rabu (24/2/2021). Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Hal yang membuat miris adalah, ketika lagu-lagu yang dibuat EdanE tersebar luas di sosial media, tapi band legendaris itu tak mendapatkan royalti selayaknya sebagai pencipta lagu.

Jika ditelusuri, lagu-lagu EdanE digunakan di beberapa sosial media, bahkan dipotong sesuka hati. Eet tetap rendah hati.

Ia tak mempersoalkan, misal ada yang meng-cover lagu mereka, asalkan pengguna lagu EdanE mencantumkan nama EdanE ditayangan tersebut.

Baca juga: Cerita Eet Sjahranie: Modal Tape dari Kakak, Pulang Sekolah Langsung Sok-sokan Ngeband

"Selama karya itu masih menyinggung me-mention nama kita. Itu minimal apresiasi bagi saya," ujar pria berusia 59 tahun tersebut.

Di mata Eet penting bagi seorang musisi untuk mengurusi atau memperhatikan keberlangsungan suatu karya. "Yang mana itu bisa dinikmati tidak hanya dari segi hiburannya tapi juga dari segi materinya," sambungnya.

Berikut petikan wawancara eksklusif Tribun Network bersama Eet Sjahranie:

Bagaimana pandemi mengubah keseharian Anda?

Ada jelas. Di luar dari memang saya mengalami kesulitan karena tidak bisa show dan lain-lain. Tapi ada hikmah juga latihan gitar jadi lebih banyak he-he.

Sudah melakukan kegiatan di luar?

Sudah. Tapi dengan kondisi yang terbatas. Artinya kalaupun kita nge-band itu sifatnya virtual. Tidak lagi yang dalam artian di depan khalayak ramai. Aktivitas bermusik secara virtual.

Apa yang berbeda ketika tampil secara virtual?

Jelas. Karena kalau kita di depan penonton rasa semangatnya lebih dapat. Orang langsung mendengarkan, orang langsung melihat aksi kita, kita juga melihat reaksi mereka. Itu menimbulkan energi sendiri untuk kita. Kalau virtual kan cuma ngebayangin.

Anda mau divaksin?

Nah ini. Saya sempat mikir. Tidak tahu ya, saya terus terang informasi mengenai vaksin ini..tapi kalau memang harus diveaksin ya mau tidak mau karena itu buat kita juga. Tapi jujur masih ragu karena memang tidak tahu info banyak. Di daerah saya tidak pernah ada sosialisasi seperti itu. Ya semoga saja itu memang bisa.

Pernah tidak bayangin konser normal dan pandemi?

Itu tuh. Banyak sih sekarang-sekarang ini, misalnya ya yang penontonnya dari dalam mobil, ada yang main di dalam bola masing-masing orangnya. Ya apapun yang bisa dilakuin ya. Karena kan pada dasarnya kita tampil itu real, tidak ada hal-hal kayak gitu. Harus pakai tirai mungkin.

Dalam masa pandemi ini kehidupan yang berubah?

Kegiatan ke luar, nge-band virtual. Dengan sendirinya terbatas. Kalau mau beli perangkat musik ke toko musik harus hati-hati karena tidak semua buka. Kalau latihan tidak terlalu karena kan private. Setelah selesai, ke luar pakai masker. Studionya ya disinfektan. Ya pasti berubah.

Sekarang alhamdulillahnya bisa tidur lebih normal. Kalau sebelum-sebelumnya relatif tidak terlalu normal. Bisa kadang abis subuh, kadang jam 3 pagi. Kalau sekarang jam 10, jam 11, sudah tidur.Kalau saya kebiasaan pakai bawang putih dan madu. Itu kebiasaan dari dulu. Bawang putih mentah dan diminum madu. Untuk melancarkan sirkulasi darah. Dan itu kan antibiotik jatuhnya. Rata-rata keluarga begitu juga.

Ekonomi rumah tangga Anda berubah saat pandemi?

Pasti berubah. Cuma ya Alhamdulillahnya so far ada saja.

Anda endorse produk tertentu?

Gitar. Di awal kesepakatan saya membawa gitar itu kalau saya perform. Katakanlah misal tampil pameran gitar. Saya pakai gitar itu secara rekaman dan live. Paling endorse kaos merchandise EdanE sendiri. Jadi kita kerjasama dengan Do Freaks. Itu yang mengelola merchandise kita.

Komunitas penggemar EdanE?

Ada kita punya yang kita sebut EdanE Freaks, tapi itu kebuka untuk umum. Kita berkomunikasi lewat sosmed. Tidak rutin bertemu secara fisik. Biasanya kalau manggung mereka hadir. Komunitas penting banget. Itu salah satu yang paling nyata, gambaran ke kita seberapa banyak orang yang mengapresiasi musik kita. Itu untuk banyak hal. Jadi penting sekali. Itu buat semangat kita, katakanlah ada fans yang menunggu.

Apa pengalaman terburuk saat manggung?

Waktu itu saya di tahun 1989 di show kedua God Bless waktu saya join. Saya show di Malang, saya ditimpuk batu kena tangan. Saya lagi solo gitar, tiba-tiba ditimpuk gitar, sampai berhenti sebentaran. Tremolo sempat masuk. Luka. Cuma dikasih tahu sama anak-anak Malang. Sampean kalau sudah main di Malang, main di mana saja aman. Anak-anak Malang kasih semangatnya gitu.

Hal yang paling menyenangkan dari penggemar Anda?

Kalau mereka itu tahu lagu kita. Bisa mengapresiasi dengan bernyanyi atau mereka senang. Kita ada rasa bangga. Membuat kita termotivasi lagi.

Ada tidak hubungan seniman dengan Narkoba?

Saya tidak bisa pungkiri ya. Itu dunia yang paling dekat..dunia hiburan sih intinya. Alhamdulilahnya saya tidak kena dari dulu.

Bukan saya sok bersih, saya bukan orang bersih.

Tapi fisik saya menolong saya untuk tidak menyentuh barang-barang itu.

Saya tidak berani karena memang dasarnya fisik saya tidak kuat untuk hal-hal seperti itu. Jadi saya pernah mencoba sedikit, ternyata tidak enak, pengaruhnya tidak enak.

Jadi tidak pernah dalam artian jadi addict. Main musik itu intinya lebih ke musiknya. Jadi rasa serunya bermusik, kalau saya pakai benda-benda seperti itu saya tidak bisa nikmati.

Pernah suatu saat saya pernah pakai dulu sebutnya BO ya obat. Waktu saya manggung sih seru saja sekali. Pas besokannya saya mikir apasih tadi malam itu.

Nah itu rasa-rasa kayak gitu tidak enak. Bagi saya main musik itu kalau kita sadar reaksi orang seperti apa. Kita tahu, kita lagi seru bagaimana atau kita lagi punya kesalahan bagaimana justru itu yang serunya. Makanya saya tidak pernah tersentuh.Tapi memang tidak saya pungkiri walaupun saya tidak katakan semua seperti itu. Cuma intinya kemungkinan itu sangat dekat. Dunia itu sangat dekat dengan hal-hal seperti itu.

Bagaimana perkembangan dunia musik Indonesia?

Saya rasa membaik ya perlahan. Banyak hal. Yang jelas ada teman-teman dimusik yang memikirkan keberlangsungan karya. Yang mana itu bisa dinikmati tidak hanya dari segi hiburannya tapi juga dari segi materinya. Dengan urusan-urusan yang berkaitan dengan royalti dan lain-lain. Nah teman-teman sudah mulai mengambil langkah untuk memperbaiki urusan itu.

Sekarang sosial media luar biasa. Karya-karya banyak digandakan. Anda merasakan itu?

Itu pro-kontra juga. Dari sudut pandang saya pribadi, selama karya itu masih menyinggung me-mention nama kita. Itu minimal apresiasi bagi saya.

Anda tahu lagu EdanE ada di Tiktok? Anda tidak dapat benefit?

Itu sudah mulai dijajaki untuk mengurusi hal-hal seperti itu. Harapannya sih dengan kita mendaftar ke situ. Lagu-lagu kita terdaftar. Itu bisa katakanlah bisa dikelola.

Di YouTube banyak lagu EdanE beredar view banyak? Anda dapat benefit?

Sekarang kita lagi mengurus hal-hal seperti itu. Sekarang kita internalnya dulu gono-gininya. Lalu bagaimana kita maju untuk itu. Jadi banyak teman-teman yang akhirnya sadar akan hal itu. Dan ya memang harus dirapikan, diinternalnya dulu bagaimana. Karena kan tidak hanya seorang diri kita bikinnya. Ada yang ramai-ramai secara kolektif. Kalau itu sudah siap, baru kita daftarkan. Harapannya sih automatic ke kita. (tribun network/denis destyawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini