TRIBUNNEWS.COM - Lampiran Peraturan Presiden terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras atau minuman beralkohol, sempat jadi polemik.
Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan mencabut lampiran perpres tersebut.
Rupanya, Ustaz Yusuf Mansur sebelum itu sudah punya firasat kalau Presiden Jokowi bakalan mencabutnya.
Firasat itu ia sampaikan melalui postingan video di akun Instagramnya @yusufmansurnew, seperti dikutip Tribunnews.com, Selasa (2/3/2021).
Baca juga: Said Aqil: Setuju Ada Industri Miras, Berarti Setuju Bangsa Ini Teler Semua
Baca juga: Ketua Umum PAN Apresiasi Jokowi Dengarkan Suara Umat Cabut Perpres Investasi Miras
"Bismillah hirohmanirohim, enggak tahu ya, saya sih yakin sekali perpres tentang miras ini bakal dicabut oleh Pak Presiden. Yakin, feeling aja," ucap Yusuf Mansur di postingan videonya.
"Dengan syarat, tentu kita berdoa, dan memperjuangkannya dengan kesantunan. Kita berdoa dengan lembut, dengan kasih sayang, dengan cinta atas nama persaudaraan," lanjutnya.
Baca juga: Latar Belakang Jokowi Cabut Aturan soal Investasi Miras dalam Perpres 10/2021
"Di sini saya yakin kalau bangsa indonesia berdoa dan mendoakan, insya allah bakal dicabut," tandasnya.
Presiden cabut perpres Miras
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan mencabut lampiran Peraturan Presiden terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras atau minuman beralkohol.
Hal itu disampaikan Presiden dalam Konferensi Pers Virtual yang disiarkan dalam Youtube Sekretariat Presiden, Selasa, (2/3/2021).
"Saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Presiden.
Baca juga: MUI Minta Pemerintah Cabut Perpres Investasi Miras
Baca juga: PA 212 Kaitkan Kebijakan Pemerintah soal Izin Investasi Miras dengan Pembubaran FPI
Aturan mengenai investasi miras diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Aturan tersebut menuai protes dari sejumlah kalangan termasuk organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam.
Keputusan tersebut, kata Jokowi diambil setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama dan Ormas Islam.
Baik itu ulama MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya.
"Serta tokoh-tokoh agama yang lain dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh meminta pemerintah untuk mencabut aturan mengenai pembukaan investasi minuman keras.
Aturan mengenai investasi miras diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Menurut Asrorun, desakan MUI ini berlandaskan upaya menciptakan ketertiban dan kesejahteraan masyarakat.
"Komitmen MUI jelas. Cabut aturan yang melegalkan miras untuk ketertiban umum dan kesejahteraan masyarakat," ucap Asrorun melalui keterangan tertulis, Selasa (2/3/2021).
Asrorun menegaskan bahwa sikap MUI terhadap peredaran minuman keras telah sangat jelas, yakni menolak.
Sikap tersebut telah dinyatakan dalam rekomendasi Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009.
"Menegaskan kembali rekomendasi Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009, sebagai berikut. Pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut, dan tidak memberikan izin untuk memperdagangkannya, serta menindak secara tegas pihak yang melanggar aturan tersebut," tutur Asrorun.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar hingga kecil. Syaratnya, investasi hanya dilakukan di daerah tertentu.
Adapun kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021.
Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pada lampiran ketiga, tercantum industri minuman keras mengandung alkohol pada daftar urutan ke-31.
"Persyaratan, untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat," tulis lampiran III perpres tersebut.