Pandjaitan kemudian turun ke lantai 1 yang dikuasai oleh para tentara dengan langkah perlahan.
Pasukan tentara yang sudah mengepung rumah Pandjaitan disebut berasal dari satuan Cakrabirawa.
Satuan tersebut dikenal sebagai pasukan khusus pengawal Presiden Soekarno.
Ketika berada di hadapan para tentara, Pandjaitan diminta untuk segera naik ke truk yang akan mengantarkannya ke Istana.
Mereka mengatakan bahwa Jenderal berbintang satu itu dipanggil oleh Presiden Soekarno karena kondisi darurat.
Sebelumnya Pandjaitan menyempatkan diri untuk berdoa yang menyebabkan para tentara semakin marah.
Seorang tentara memukulkan popor senjata, namun ditepis oleh Pandjaitan tepat sebelum menghantam wajahnya.
Hal tersebut membuat tentara yang lain marah.
Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat itu ditembak.
DI Pandjaitan pun tewas seketika.
Jenazah Pandjaitan kemudian dimasukkan dalam truk dan dibawa pergi.
Darah dari pria kelahiran Balige, Sumatera Utara itu berceceran di teras rumah.
Peristiwa penembakan itu disaksikan oleh putri sulungnya, Catherine.
Setelah gerombolan tentara pergi, ia mendatangi tempat ayahnya ditembak.
Catherine memegang darah ayahnya dengan penuh haru dan mengusapkannya ke wajah.
(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)