Laporan Wartawan Tribunnews.com Olan Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkembangan industri hiburan khususnya dunia sineas tentu tidak luput dari kerja keras para filmmaker, cinematographer, videografer, serta divisi lain yang kompeten di bidangnya untuk menciptakan produk visual yang memicu emosi, memberi pesan atau makna, serta memikat penonton.
Rayhan Farqi sebagai filmmaker muda asal Bandung memahami betapa pentingnya kualitas sinematografi untuk mengekspresikan dan mengeksplorasi ide-ide melalui media film serta konten konkret lainnya.
Baca juga: Raline Shah Senang Jadi Narator Film Dokumenter Eating Our Way To Extincion Versi Indonesia
Farqi mendirikan dua rumah produksi untuk menyokong produksi karya-karya audiovisual dengan fokus berbeda, yaitu perusahaan Studio Sinema dan Small Space.
Studio Sinema adalah perusahaan produksi layanan lengkap, mulai dari storyboard hingga film dengan pendekatan orisinalitas dan kreativitas.
Sementara Small Space adalah platform musik yang mewadahi para seniman serta musisi untuk merilis musik dengan bahasa visual yang mereka impikan.
Farqi mengaku, dia dan tim bekerja untuk mengembangkan seni multidimensi–memadukan melodi, seni visual, dan bercerita–dari berbagai pertunjukan musik live sebagai kreator.
"Saya merasa perlu terjun sekarang karena lanskap media berubah dengan sangat cepat; memberdayakan audiens dengan pilihan-pilihan yang belum pernah ada sebelumnya," ujarnya dalam keterangan pers yang dikutip Sabtu, 12 November 2022.
Baca juga: Boris Johnson Dituding Tak Isolasi Diri Usai Kontak Erat dengan Videografer yang Positif Covid-19
Dia menjelaskan, hanya beberapa filmmaker yang telah menemukan cara untuk berbicara 'bahasa' yang berkembang dari generasi ini tanpa memudar menjadi white noise.
"Saya merancang diri saya untuk bekerja secara artist-friendly above all else dan tetap menganut kualitas tertinggi di setiap karya dengan ide-ide yang tidak konvensional," ujarnya.
Farqi merangkap sebagai director, cinematographer, editor dan colorist. Sejak 2018, Farqi sudah berkarya dalam pembuatan video untuk berbagai musisi lokal ternama termasuk Efek Rumah Kaca, Elephant Kind, Agatha Pricilla, Gangga, Loner Lunar, Feel Koplo, White Corus, Oscar Lolang, Mojowojo, dan banyak lagi.
Beberapa karya lainnya berupa dokumenter dan series, termasuk mini-documentary Miss Earth Indonesia 2020, series live performance Hindia dan Feast di berbagai panggung yang mereka mainkan, limited series Loner Lunar untuk menutup album pertama mereka, aftermovie D13HARD Festival, branded video MUSAT, dan berbagai karya kolaborasi lainnya dengan pelaku seni ternama di Indonesia.
Dia pernah dinobatkan sebagai Finalis dari CAP Jabar (Curated Amazing Product for Jawa Barat): Creative Media Award 2021 karena hasil karya dokumenter edukasionalnya terkait Penyakit Cleft Lip and Palate yang bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran.
"Saya ingin mewujudkan sesuatu yang rasanya sangat personal bagi saya. Saya adalah penggiat on-demand bagi para pelaku seni dan proyek perfilman yang tanpa pamrih ingin menyampaikan sesuatu untuk (dan bersama) masyarakat; yakni emosi, perasaan, dan pengalaman yang menghubungkan kita semua," ungkapnya.
"In this overstimulated time, saya berfokus untuk mengembangkan dan menumbuhkan ekspresi-ekspresi mentah menjadi sesuatu yang impactful dalam media film atau konten video," imbuhnya.
Awal karir sebagai fotografer di awal 2017. Farqi kmulai tertarik pada seni gambar yang bergerak dari film-film yang menginspirasinya. Ia pun merasa tertantang untuk menjadi filmmaker Indonesia dengan kualitas internasional.
Saat ini Farqi juga sedang fokus mengerjakan projek yang akan dibawa ke berbagai festival film untuk 2023 mendatang.