TRIBUNNEWS.COM - Artis Lutfi Agizal membantah disebut panjat sosial atau pansos lantaran kembali melaporkan beberapa akun TikTok pengemis online ke lembaga negara.
Lutfi Agizal mengaku hanya khawatir degan generasi masyarakat Indonesia, jika mengemis online masih marak terjadi.
Belakangan ini akun TikTok ngemis online berkedok mandi lumpur ramai diperbincangkan masyarakat.
Didampingi kuasa hukumnya, Kardin, Lutfi Agizal mendatangi kantor Kementerian Komunikasi Telekomunikasi dan Informatika (Kemkominfo) guna mendesak untuk menindak tegas pengemis online.
Lutfi Agizal menyebut aduannya ke Kemkominfo itu merupakan bukti ia serius dengan niat menghapus tren mengemis online.
"Menyikapi laporan pertama saya bersama partner saya di badan hukum. Ini adalah bukti keniatan saya dan keseriusan saya, bukan untuk panjat sosial," ungkapnya dikutip dari akun YouTube KH Infotainment, Minggu (29/1/2023).
Baca juga: Laporkan Akun TikTok Pengemis Online Mandi Lumpur, Lutfi Agizal: Generasi Kita Mau Dibawa Kemana?
"Tapi untuk mencerdaskan bangsa dan memotong tali pengemis online," imbuhnya.
Ia membantah aksinya melaporkan akun pengemis online dianggap sebagai ajang untuk pansos.
"Di mana banyak yang mungkin menganggap ini adalah mencari panggung, pansos atau apapun. Tidak, saya jawab ini tidak (pansos)," ujarnya.
Pria usia 28 tahun itu mengaku akan berupaya mencegah dan memotong tren mengemis online.
"Saya akan menindak tegas dan mengusut tuntas bagaimana ini bisa dicegah dan dipotong, tidak terulang lagi," tuturnya.
Ia menyebut laporan pertamanya sudah mendapatkan respons positif dari pihak kepolisian.
"Berdasarkan laporan yang saya sudah buat tanggal 21 di Polda Metro Jaya mendapatkan respons positif," ucapnya.
Pria yang juga aktif sebagai model itu mengatakan pihak polisi akan menyikapi laporannya terkait pengemis online.
"Bahkan sampai ke Mabes Polri, Kabareskrim menyatakan bahwa anggota Polri segera menyikapi laporan pengemis online yang lagi marak," sambungnya.
Namun Lutfi Agizal ternyata kurang puas lantaran aksi mengemis di media sosial belum di atur dalam Undang-undang ITE.
"Nah tapi masalah yang terbesar bagi saya adalah KUHP 504 ini adalah tindak pidana mengemis di muka umum," katanya.
Masalahnya pengemis di muka umum ini membalutnya di sosial media, yang di mana UU ITE-nya tidak diatur," lanjutnya lagi.
Karena belum ada payung hukum yang mengatur aksi itu, Lutfi Agizal pun mengaku khawatir mengemis online akan banyak ditiru oleh generasi bangsa.
"Karena itu yang saya khawatirkan adalah generasi bangsa kita ke depannya adalah 'ah gue ngemis aja tapi di sosial media, toh nggak ada hukumannya, tidak melanggar'. Tapi mau dibawa ke mana generasi kita," jelasnya.
Ia juga membenarkan mengemis online ini menguntungkan para pelakunya, namun dinilai akan merugikan negara.
"Ini memang sangat besar potensinya kalau secara ekonomi, tapi besar juga kerugian negara kita," ungkapnya.
Menurutnya dampak dari munculnya pengemis online ini akan membuat negara Indonesia dicap sebagai pemalas.
"Kita akan dicap sebagai negara pemalas dan pengemis yang dibalut dengan konten kreatif dengan cara mengemis online," tuturnya.
Karena itu ia bersama tim kuasa hukumnya mulai membuat laporan resmi kepada lembaga negara untuk aksi ngemis online itu.
Kuasa hukumnya, Sukardin menyebut selain ke Kemkominfo, laporan itu sudah pernah diajukan ke sejumlah lembaga negara yang lain.
"Ini merupaka lanjutan dari laporan kita di Polda Metro Jaya, kita juga sudah membawa ke Kementerian PPA, Kemensos, dan segala macam," kata Sukardin
"Terkait adanya aksi mandi lumpur yang diduga itu sebagai pengemis online ya dan eksploitasi terhadap orang tua dan anak-anak juga baru-baru ini," pungkasnya.
(Tribunnews.com/dian)