Laporan Wartawan Tribunnews.com, Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam wawancara mengenai penolakan RUU Omnibus Kesehatan, termasuk dihapuskannya angka 10 persen dalam RUU menjadi polemik dan isu nasional yang mendapat perhatian banyak orang.
Anggota DPR RI FKB, Arzeti Bilbina menyatakan bahwa isu kesehatan di Indonesia sudah di tahap emergency.
Indeks Kesehatan Indonesia saat ini sangat rendah, bahkan kalah dengan negara ASEAN lainnya, peringkat Indonesia di dunia sangat rendah di angka 101 dari 149 Negara. Ini kondisi yang sangat buruk.
Bukan hanya itu saja, peringkat kualitas dokter di Indonesia juga sudah darurat, kualitas dokter dan perlindungan terhadap tenaga medis kita di dunia, pada angka 139 dari 194 negara, ini kondisi yang mengkhawatirkan.
Baca juga: Mendekati Pergantian Pemerintahan, Pakar Nilai Pengesahan RUU Kesehatan Omnibus Sebaiknya Ditunda
“Kami di FPKB sudah mendapatkan arahan dari ketua umum, harus mendukung perlindungan terhadap tenaga medis kita, jangan sampai para tenaga medis menjadi garda terdepan namun tidak mendapatkan perlindungan dalam Undang-undang,” ungkap Arzeti Bilbina, Kamis (8/6/2023).
Arzeti mengkhawatirkan jika angka anggaran kesehatan tidak disebutkan dalam batang tubuh RUU Omnibus Kesehatan, maka kualitas dan pelayanan kesehatan di Indonesia semakin buruk, sehingga peringkat kesehatan Indonesia di dunia pun anjlok.
Artinya negara tidak bertanggung jawab terhadap kesehatan rakyatnya.
“Kami dari FKPB juga mendapat amanat bahwa spending mandatory dana kesehatan dari APBN harus di atas 5%, minimal 5% harus disebutkan dalam badan RUU Omnibus Kesehatan.
Kami khawatir, dengan kualitas kesehatan Indonesia saat ini, lalu tidak dicantumkan batasannya, malah akan anjlok di bawah 5%, dan ini akan semakin memperburuk pelayanan kesehatan di Indonesia,” tuturnya.