Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Selama tiga tahun terakhir (2020-2023), dari hasil pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI ditemukan 22,65 persen pelanggaran iklan kosmetik.
“Temuan pelanggaran didominasi oleh iklan pada media online yang mencapai 78,75 persen.” papar Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam kegiatan beberapa waktu lalu.
Penny menjelaskan, temuan itu berupa ulasan beauty enthusiast yang belum sesuai ketentuan yang berlaku.
Akibatnya dapat menurunkan kepercayaan masyarakat serta daya saing produk kosmetik.
Seperti ulasan terkait informasi tabir surya (sunscreen) yang ternyata klaimnya sun protection factor (SPF) tidak sesuai.
Karena itu, pihaknya mengingatkan para influencer agar tak asal melakukan review produk.
Program ini dimaksudkan untuk pemberdayaan komunitas beauty enthusiast yang lebih efektif dan akan menjadi program berkelanjutan dengan sinergisme bersama stakeholder.
Selain itu, BPOM juga meluncurkan Cosmetic Handbook.
Baca juga: BPOM Temukan 8 Obat dan 4 Kosmetik Berbahaya, Ini Daftarnya
Buku saku ini ditujukan untuk para beauty enthusiast yang berisi kiat memilih dan mempromosikan kosmetik di media online sesuai dengan ketentuan.
Saat ini, Cosmetic Handbook baru diluncurkan 2 (dua) seri tahap pertama yaitu Cara Pintar Mempromosikan Kosmetik dan Cara Pintar Memilih Kosmetik.
Beauty enthusiast juga perlu memperhatikan profesi mereka terutama jika berprofesi sebagai dokter.
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, Arini Widodo, menyampaikan bahwa mereka yang berprofesi dokter sekaligus influencer perlu berhati-hati karena itu bisa mencelakai martabatnya sebagai dokter.
Lebih lanjut, mereka juga perlu memperhatikan keselamatan pasien dan dapat menyampaikan adanya potensi conflict of interest saat diminta untuk menyampaikan bukti ilmiah dari suatu produk.