Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Baru-baru ini, kabar duka datang dari dunia hiburan tanah air.
Artis senior Kiki Fatmala meninggal dunia, Jumat (1/12/2023), akibat komplikasi kanker.
Baca juga: Ini Kebiasaan yang Tidak Disadari Bisa Picu Kanker Paru Seperti yang Diidap Mendiang Kiki Fatmala
Kanker paru-paru memang masih menjadi persoalan di Indonesia.
Lantas, kapan sebaiknya seseorang lakukan skrining?
Terkait hal ini, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Onkologi dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Sita Laksmi Andarini, PhD, SpP(K) beri penjelasan.
Skrining sendiri adalah proses menemukan kasus sebelum ada gejala.
Baca juga: Kanker Paru-paru Ancam Warga Terdampak Kebakaran TPA Sarimukti Bandung
Seandainya belum ada gejala, skrining dilakukan pertama pada seseorang di atas umur 45 tahun perokok aktif.
Atau, seseorang yang punya riwayat merokok hingga 10 tahun.
Kedua, mereka yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia atau berhubungan dengan silika.
"Contohnya bekerja di pertambangan, pabrik kaca, bahan bangunan, pabrik semen atau berhubungan dengan asbes," ungkapnya pada media briefing virtual, Senin (4/12/2023).
Ketiga, punya riwayat tuberkulosis (TBC) paru-paru.
Keempat, orang yang berusia di atas 40 tahun atau lebih muda kalau memiliki risiko pada keluarga.
Jadi yang dilakukan adalah pemeriksaan CT scan dosis radiasi rendah atau omografi terkomputasi dosis rendah (LDCT)
Upaya skrining ini dianjurkan dilakukan berkala 2 tahun sekali.
"Di mana dilakukannya di rumah sakit rujukan tipe D atau tipe C. Bisa memintakan rujukan dari puskesmas atau fasilitas kesehatan primer," tutupnya.