Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fauzi Alamsyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Halilintar Anofial Asmid, ayahanda Atta Halilintar, buka suara terkait sengketa tanah yang saat ini dinilai merugikan nama baiknya.
Manajemen Gen Halilintar dalam kanal Youtube Atta Halilintar bertajuk Need A Talk melakukan klarifikasi.
"Jadi ini sangat sedih dan prihatin berita ini sangat masif dan dirugikan terutama ayah bang Atta Abi Halilintar, karena media sangat gencar menggiring opini negatif bahwa pak Halilintar merampas pondok pesantren," kata manajemen Gen Halilintar dikutip Tribunnews.com, Jumat (15/3/2024).
Ditegaskan oleh manajemen Gen Halilintar jika permasalahan sertifikat tanah tersebut bukanlah sebuah pondok pesantren, melainkan yayasan.
Dimana Halilintar Anofial Asmid membeli tanah tersebut dengan niat diperuntukkan sebagai pendidikan sosial.
Baca juga: Tanggapan Atta Halilintar soal Konflik Sengketa Tanah antara Ayahnya dan Ponpes, Singgung Pendidikan
"Itu bukan pondok pesantren setelah kita telusuri sebetulnya, itu adalah sebuah yayasan yang memang engga tau disebut kelompok atau oknum yayasan," ujarnya.
Kemudian kuasa hukum Halilintar Anofial Asmid, Lucky Omega menjelaskan awal mula dua bidang tanah tersebut hingga akhirnya ayah dari Atta Halilintar melakukan gugatan di Pengadilan Pekanbaru.
Tanah tersebut memang sudah menjadi milik dari Halilintar Anofial Asmid berdasarkan putusan inkhrah dari Pengadilan.
"Yang kami ajukan gugatan ini sebenarnya bukn sengketa pertanahan lagi karena sudah selesai sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap, inkrah dan dikuatkan bahwa sertifikat hak milik dan dua bidang tanah di Pekanbaru adalah milik klien kami pak Halilintar," ungkap Lucky.
"Yang kami gugat itu adalah karena setelah pak Halilintar menjadi pemilik yang sah atas dua bidang tanah itu dan serrifikatnya di kuatkan ke pengadilan dan dikuatkan sampai Makhamah Agung kami minta baik-baik untuk dikembalikan sertifikatnya" lanjutnya.
Sebelumnya tanah tersebut dibeli langsung oleh Halilintar Anofial Asmid dan sudah disertifikatkan sejak 1998.
Saat itu Halilintar tidak pernah keberatan apabila tanah tersebut digunakan untuk kepentingan pendidikan. Namun sayang justru dirinya digugat.
"Pak Ali semenjak beli tanah itu sudah disertifikatkan sampai di tahun 1998 dan 1999 tidak pernah istilah mengganggu dan keberatan, bahkan memberikan ruang pihak-pihak yang ingin menggunakan untuk kepentingam sosial khususnya pendidikan," lanjut Lucky.