laporan wartawan Surya, Deddy Sukma
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Penutupan spektakuler Olimpiade 2012 menandai keberhasilan Inggris meraih jumlah total medali terbanyak selama 104 tahun terakhir, mengundang kritik dari Rusia.
Kontingen Rusia menuding keberhasilan tuan rumah Inggris meraih total 64 medali, diraih secara tidak fair.
Menteri Olah Raga Rusia, Vitaly Mutko, mengklaim Inggris memanfaatkan kekuatan politiknya untuk meraih banuak medali di Olimpiade London ini.
“Tuan rumah Inggris sama buruknya dengan China di (Olimpiade 2008) Beijing,” kecam Mutko. “Di sini, semua orang ingin Inggris menang, dan mereka memiliki dukungan politik yang kuat.”
Rusia menutup Olimpiade 2012 di urutan keempat, atau yang terburuk sejak 1952 di Uni Soviet. Sejak 1952 sampai 2004 di Helsinki, Rusia selalu bersaing dengan AS untuk memuncaki perolehan medali.
Tetapi tahun ini Tim Beruang Merah tersisih akibat performa kuat para atlet Inggris. Mutko menilai bahwa finis di empat besar akan menjadi tragedi bagi Rusia yang berkekuatan 436 atlet di London.
Ia menunjuk kegagalan tiga petinju Rusia di Olimpiade. Padahal cabang tinju merupakan andalan Rusia meraih emas.
“Tiga petinju Rusia seperti diganjal mencapai final,” tuduh Mutko, menunjuk petinju kelas ringan David Ayrapetyan, Misha Aloian (kelas terbang) dan Andrei Zamkovoy (kelas welter), yang rontok di semifinal.
Mutko mengatakan bahwa para petinju Inggris diuntungkan tekanan suporter tuan rumah yang mempengaruhi keputusan juri. “Inggris merencanakan happy ending di cabang tinju,” kecam Mutko.
“Petinju wanita kami, Sofya Ochigava, seharusnya meraih emas di kelas ringan melawan Katie Taylor (Irlandia). Ia tidak pantas kalah angka 8-10,” urainya.
Cabang tinju masih menjadi titik kontroversi di masa lalu, bahkan hampir dicoret dari Olimpiade karena banyak tuduhan soal pengaturan nilai. Pekan lalu, wasit asal Turki dan ofisial dari Azerbaijan dipecat, dan wasit asal Jerman dicekal selama tiga hari karena dicurigai mengatur skor