TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama pengurus KONI dan KOI dijabat oleh orang- orang yang tidak memahami esensi dan filosofi olahraga, jangan berharap prestasi bakal diraih. Sekarang jaman instan, prestasi dapat dibeli. Demikian disampaikan oleh Singky Soewadji, atlet senior equestrian Indonesia, Rabu (29/5/2013).
“Sekarang ke atas sudah merambah ke Kemenpora, ke bawah sudah ke KONI daerah dan pengurus cabor lain,” jelas Singky, yang kini tinggal di Surabaya.
Semua lini olahraga di Indonesia akan dikuasai oleh mafia, yang mengeruk keuntungan dari bidang olahraga.
“Kasihan Menpora yang baru, ibarat 'Perawan di sarang Penyamun'. Ada pepatah Jawa, 'Ora melu mangan nongko, melu kena pulut-e'. Ini yang terjadi, malah ora ngerti wujud Nongko, melu kena pulut-e,” ceritanya.
Modus dan cara yang mereka pakai adalah 'management' konflik misalnya. Cabor yang tidak ada konflik, tidak akan menghasilkan uang.
“Hal ini menyebabkan bonus dan tunjangan prestasi dari pemerintah bukan dinikmati oleh para atlet dan pelatih, justru menjadi sasaran orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yang duduk sebagai penguasa di organisasi,” jelasnya.
Sementara itu, untuk kemelut Pordasi khususnya cabang equestrian, menurutnya Menpora harus segera minta PP Pordasi membubarkan semua, khususnya EFI dan EQINA.
“Kembalikan ke induknya, PP Pordasi yang membawahi equestrian,” sergahnya.
Selain itu, soal Sea Games kususnya cabor berkuda, harus di 'take over' langsung oleh Kantor Menpora. “Bisa saja Kantor Menpora yang memfasilitasi menggelar seleknas. Yang diikutkan yunior dengan ketentuan harus mampu lewati rintangan 140 cm,” ucapnya.
“Juri seleknas bisa kita undang dari Singapura atau Malaysia, biar 'fair'. Pelaksanaannya, langsung dibawah Kantor Menpora, dengan dukungan para veteran atlet dan pelatih berkuda. Saya siap membantu jika diperintah Menpora,” demikian Singky Soewadji