TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Dua hari Pekan Olahraga Nasional (PON) Remaja I 2014 di Surabaya digelar, Jatim sebagai tuan rumah sudah membuat kecewa para peserta, bahkan protes pun dilayangkan.
Kekecewaan para peserta muncul di sela-sela pertandingan cabang olahraga bulutangkis yang sudah memulai pertandingan sejak Minggu (7/12) di GOR Sudirman, Surabaya atau dua hari sebelum upacara pembukaan.
Untuk cabor bulutangkis memang hanya menyediakan tiga medali emas, masing-masing tunggal putra, tunggal putri, serta ganda campuran.
Ironisnya, untuk memperebutkan tiga emas tersebut setiap provinsi hanya dibatasi kuota dua pemain masing-masing 1 putra dan 1 putri. Itu berarti masing-masing provinsi hanya punya satu wakil di nomor tunggal putra dan tunggal putri. Berikutnya kedua pemain tersebut bermain rangkap di nomor ganda campuran.
Di sinilah kekecewaan dan protes bermula. Pasalnya, peraturan kuota pemain tersebut ternyata tak berlaku bagi Jatim.
Alih-alih sebagai tuan rumah maka Jatim punya hak atas kuota pemain lebih banyak yakni empat pemain yang terdiri dari 2 putra yakni Luismalvin Cristan Andrianto dan Akbar Gusti Ramadhani serta 2 putri yakni Sri Fatmawati dan Miftahul Nabila.
Di nomor tunggal putra Jatim diwakili Cristan, sedang di tunggal putri diwakili Sri Fatmawati. Sementara di nomor ganda campuran Jatim mengandalkan pasangan Akbar/Nabila yang ditempatkan sebagai unggulan teratas.
Ambisi Jatim untuk menguasai cabor bulutangkis makin kental karena tak hanya satu pasangan campuran yang diturunkan tapi Cristan/Fatmawati juga turun di ganda campuran dan menempati unggulan kedua.
Sebaliknya provinsi lain hanya bisa menurunkan satu pasangan, itupun dengan tenaga yang sudah terkuras karena harus bermain rangkap.
"Terus terang kami kecewa dengan cara-cara seperti ini. Awalnya kami diberi kabar masing-masing provinsi boleh menurunkan empat pemain, lalu turun jadi tiga pemain. Tapi akhirnya hanya dua pemain, sedangkan Jatim kuotanya tetap empat pemain karena fasilitas sebagai tuan rumah," tutur Syaiful, pelatih tim Jabar.
Lanjut Syaiful, aturan ini jelas-jelas terlalu banyak menguntungkan tuan rumah. Pemain-pemain dari provinsi lain dipaksa bermain rangkap, sementara Jatim punya pemain yang kondisinya segar karena hanya fokus di satu nomor pertandingan.
"Saya kasihan dengan pemain putri asal Sulbar yang kemarin cedera dan tidak bisa melanjutkan pertandingan. Ada satu pemain yang cedera maka peluang yang hilang bukan hanya di satu nomor pertandingan tapi dua nomor sekaligus karena tidak ada pemain lain," jelas Syaiful.
Sementara itu, pelatih asal Jambi, Amirullah yang ditemui terpisah pun tak bisa menyembunyikan kekecewaannya dengan aturan yang terlalu mencolok menguntungkan tuan rumah.
"Bagaimana mungkin bisa fair ketika ada satu provinsi yang diperkuat empat pemain, sementara provinsi lain dibatasi dua pemain. Tapi, mau bagaimana lagi karena faktanya aturan itu tetap dijalankan tanpa bisa dikoreksi," ujar Amirullah.
Di tempat terpisah, Ketua Kontingen DKI Jakarta, Icuk Sugiarto pun tak kalah kerasnya melakukan protes.
"Dari sini terlihat sekali bagaimana ambisinya Jatim ingin menguasai medali. Ambisi boleh-boleh saja, tapi apa harus dengan cara-cara menodai sportivitas seperti ini?," kata Icuk Sugiarto.
Saat berjumpa dengan Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman pun sudah menyampaikan fakta ini. Tono sendiri berjanji akan melakukan klarifikasi terhadap pengaduan yang disampaikan para peserta PON Remaja I ini.
Lebih mengejutkan lagi, ternyata aturan ini tak hanya diberlakukan di cabor bulutangkis. Di dua cabor permainan lainnya yakni tenis lapangan dan tenis meja juga diberlakukan ketentuan yang sama, yakni provinsi lain hanya dibatasi dua pemain (1 putra dan 1 putri).
Sebaliknya, tuan rumah Jatim punya hak meloloskan empat pemain (2 putra dan 2 putri).