TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Satu lagi contoh buruk dari dinamika olahraga di Indonesia.
Masih terjadi dualisme dalam pengelolaan pembinaan tenis meja. Dua organisasi tenis meja nasional yang ada saat ini bahkan disebut-sebut sangat sulit untuk disatukan.
"Bagaimana mau bersatu kalau masing-masing punya kepentingan," ungkap seorang pembina tenis meja nasional.
Arifin Thahir, pembina tenis meja DKI, mengemukakan, memang pernah ada upaya untuk mempersatukan kembali dua organisasi yang ada. Akan tetapi, usaha rekonsiliasi dan unifikasi itu mentok karena tak tercapai titik temu.
"Saya nggak tahu kenapa, tetapi mungkin karena semua ada maunya," kata Arifin Thahir, yang pernah menjadi wakil sekjen PP PTMSI di masa kepemimpinan Triyanto Saudin pada 2000-2002.
Organisasi tenis meja terpecah setelah KONI Pusat merestui kepengurusan PP PTMSI periode 2014-2019 pimpinan Marzuki Alie. Sebelumnya, sudah terbentuk kepengurusan PP PTMSI 2013-2018 pimpinan Oegroseno.
Marzuki Alie belakangan pasif setelah tak lagi menjadi Ketua DPR. Ia juga disebut-sebut tidak keberatan untuk dilakukannya rekonsiliasi.
Sementara itu, menyusul kegagalan total merebut satu pun medali di SEA Games 2013 Myanmar, KONI Pusat sebelumnya sudah memastikan tidak akan mengomentisikan tenis meja di SEA Games 2015, Singapura.
Apalagi kondisi pembinaan pemainnya masih jauh dari kondusif. Kendati demikian, masih ada upaya dari PP PTMSI untuk tetap menerjunkan pemainnya di SEA Games Singapura tersebut.