TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masa depan pencapaian prestasi olahraga berkuda equestrian bertumpu pada atlet-atlet potensialnya. Saat ini rider-rider senior memang masih menjadi andalan. Akan tetapi, kaderisasi atau regenerasi harus tetap dikedepankan.
Pegasus, salah satu klub/perkumpulan/stable terbaik di tanah air, termasuk menjadi calon penyumbang atlet dan sekaligus kuda-kuda tangguh untuk diandalkan di masa depan.
Bukan sebuah kebetulan jika tiga rider potensial dan masih berusia muda di Pegasus, yakni Samuel Sampurno Prawiro (Sembo/19), Johann Wahyu Hasmoro Prawiro (John), dan Daniel Wiseso Prawiro (Dani), adalah tiga anak dari pemilik Pegasus sendiri, yakni Triputra Yusni Prawiro.
Di luar Sembo, Johann dan Dani, rider atau penunggang kuda Pegasus lainnya adalah Fernando Wowiling, Joko Susilo, Wempy dan Raymen Kaunang, yang juga ayah dan anak, Yayat Subrata, dan pendatang baru Ricky Vandani Manarisip.
Sembo sejak September 2014 lalu sudah harus fokus menjalani kuliahnya di Hartpurry College, Gloucester, Inggris.
Oleh karena itu ia masih harus absen mengikuti beberapa event di tanah air yang digelar di luar masa liburnya.
Berikut petikan tanya jawabnya:
TANYA: Ada berapa kuda-kuda Pegasus sekarang?
JAWAB: Sekitar 30-an, mungkin 32. Ada beberapa yang belum pernah diturunkan. Kabiala dan Princes Ivanka baru diturunkan di sini.
TANYA: Pegasus dulu didirikan karena ada rasa suka dan hobi berkuda. Sekarang Pegasus semakin besar. Anak-anak juga sangat aktif berkompetisi.
JAWAB: Saya kira karena Pegasus sudah bisa menyatu dengan lingkungannya, jadi keberadaan kami sangat diterima oleh masyarakat. Saya kira yang lain-lain demikian juga. Pegasus juga bisa menjadi sarana untuk banyak kegiatan. Tetapi, kegiatan berkuda diusahakan harus ada setiap waktu, disamping latihan-latihan rutin. Pegasus terbuka untuk siapa pun yang ingin berinteraksi dengan kuda, apalagi sekarang ini bagaimanapun equestrian sudah menjadi olahraga prestasi pula.
TANYA: Bapak mengharapkan anak-anak bisa menjadi rider nasional?
JAWAB: Begini yah, saya tak ingin memaksakan mereka kalau sudah besar dan dewasa harus menjadi apa. Saya dan mamahnya hanya memberikan contoh-contoh apa yang terbaik yang bisa diperoleh, terserah bagaimana anak-anak menerimanya, Kami hanya berusaha memberikan apa yang terbaik dan bisa diberikan. Mereka bersekolah di tempat yang sama, di Bina Nusantara (Binus) International School Simprug. Hal itu juga membuat mereka bisa tetap dekat satu sama lainnya. Kalau soal berkuda, yah, mereka juga yang nanti bisa menjawabnya. Untuk kami, pendidikannya lancar, hobi dan kesukaannya pada kuda juga bisa terus berlanjut, itu sudah bagus, Cuma Shalom yang taste-nya tidak ke kuda, tetapi ke otomotif. Mungkin saja nanti dia bisa menjadi pembalap, hehe.
TANYA: Tentang Sembo, bagaimana si sulung ini bisa melanjutkan pendidikannya dengan spesialisas.