TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Musyawarah Nasional (Munas) Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) untuk menentukan kepengurusan masa bakti 2015-2019 baru akan dilakukan antara Oktober-November 2015.
Walau demikian, sudah hampir pasti jika Mohammad Chaidir Saddak akan terpilih kembali sebagai ketua umum dari cabor yang memayungi tiga disiplin berkuda itu, yakni equestrian (ketangkasan), pacuan dan polo.
Ini karena besarnya dukungan yang diberikan kepada pemilik Aragon Horse Racing & Equestrian Sports tersebut.
Lelaki paruh baya yang pengusaha pertambangan ini dinilai sudah melakukan banyak hal untuk pengembangan cabor berkuda.
Ia juga selalu meluangkan waktu untuk menghadiri seluruh kegiatan berkuda, baik equestrian, pacuan atau polo.
Ia juga rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk membiayai pengajuan proses banding ke Badan Arbutrase Olahraga Internasional (CAS/Court of Arbitration for Sport), agar hak pengelolaan equestian dikembalikan ke PP Pordasi.
Pengumuman dari hasil banding ke CAS ini kemungkinan besar akan disampaikan pada Jumat (5/6) ini.
"Saya masih yakin CAS akan menyampaikan keputusannya pada 5 Juni ini, seperti yang mereka katakan pada surat terakhirnya ke kita," kata Ketum PP Pordasi 2011-2015 yang biasa disapa Eddy Saddak itu.
Ditemui saat menghadiri acara drawing/undian dari pacuan Jakarta Derby, Selasa (2/6) di Gedung Pacuan Kuda Pulomas, Eddy Saddak mengakui bahwa sesungguhnya ia sudah tidak berambisi lagi untuk maju dalam pemilihan Ketua Umum PP Pordasi 2015-2019.
Namun, Eddy Saddak yang sebelumnya aktif di Pengprov Pordasi Jabar dan menjadi Wakil Ketua Umum PP Pordasi 2007-2011, tetap mendapat dukungan besar dari stakeholders berkuda nasional untuk kembali memimpin PP Pordasi, termasuk dari komunitas equestrian.
"Mereka meminta saya untuk memimpin PP Pordasi satu periode lagi," jelasnya. Eddy Saddak menghadiri acara undian Jakarta Derby itu bersama kedua putri cantiknya, si kembar Karissa dan Karinna.
Dia juga mengikuti dengan seksama perdebatan yang terjadi terkait dengan diberlakukannya tes anti-doping pada Jakarta Derby.
"Pemeriksaan dari sampel doping itu dilakukan di Australia, bukan di Indonesia. Besar atau kecilnya biaya uji laboratorium itu mungkin tidak terlalu dipersoalkan. Yang bisa menjadi persoalan itu, apakah hasilnya memang bisa dipertanggung-jawabkan dan bisa diterima oleh pemilik kuda dengan baik?
Semua itu harus dipikirkan dan diipertimbangkan secara matang, sulit untuk dilakukan jika tidak direncanakan baik-baik," urainya. tb