TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Kepergian pebulutangkis nasional Rian Sukmawan menghadap Sang Khalik meninggalkan duka mendalam bagi keluarga besar di Semarang.
Jasad Rian telah dikebumikan di samping sang ayah, Budi Utomo, Minggu (28/2/2016) kemarin.
Kesuksesan Rian tak lepas dari obsesi sang ayah. Gemblengan fisik dan skill Rian diasah sejak ia masih duduk di bangku kelas II Sekolah Dasar.
Adik kandung Rian, Tika sejenak terdiam. Ia lalu bercerita membuka kenangan sang kakak yang kerja keras menggapai mimpi masuk PB Djarum Kudus.
Tempaan sang ayah, kata Tika, sering membuat Rian bermandikan keringat. Rumah masa kecil di Karanganyar Legok, Jangli RT 5 RW 4 menjadi saksi kegigihan Rian berlatih.
Kondisi geografis Karanganyar Legok yang banyak tanjakan dan turunan dimanfaatkan jadi alat berlatih.
"Tadi kan ada tangga sebelum ke sini. Itu sering buat latihan lompat Kak Rian. Papah nyuruh lompat naik turun berpuluh-puluh kali," kata Tika sembari menunjukkan lokasi tangga.
Tak hanya itu, jalanan menurun dekat rumah pun jadi sasaran Budi menyuruh Rian lari bolak-balik puluhan kali.
Halaman depan rumah yang cukup luas juga menjadi tempat Rian berlatih skipping dan mengayunkan barbel dua kilogram layaknya mengayunkan raket.
"Saya sering disuruh papah ngawasi kakak kalau latihan. Kalau sudah selesai sesuai instruksi papah, saya disuruh lapor," kenang Tika.
Tika mengatakan ada dua peristiwa yang membuat Rian nyaris gagal masuk seleksi PB Djarum Kudus.
Kala itu Rian yang sudah SMP, Budi, dan teman Rian berangkat ke Kudus untuk mengikuti seleksi menggunakan bus.
Entah lupa atau bagaimana, raket milik Rian tertinggal di dalam bus.
Budi lantas tak hilang akal, ia meminjam sebuah vespa milik orang Kudus untuk mengejar bus yang ditumpanginya.
"Papah naik vespa ngejar bus. Bus ketemu di terminal dan beruntung raketnya masih ada," kata Tika sembari tersenyum.
Peristiwa selanjutnya ketika Rian tidak mendapatkan surat panggilan PB Djarum sementara teman Rian mendapatkan surat panggilan tersebut.
Budi merasa kemampuan Rian bisa masuk ke PB Djarum. Ia lantas ke Kudus untuk menanyakan tentang Rian masuk penyaringan atau tidak.
"Masuk PB Djarum kan susah banget. Dari ratusan orang cuma masuk empat orang. Papah merasa yakin kakak masuk penjaringan. Lalu ke Kudus untuk menanyakan kakak lolos atau tidak. Sampai di sana ternyata kakak dinyatakan lolos masuk ke PB Djarum. Pihak Djarum sudah mengirimkan surat tapi ngga ada tanggapan. Kata pihak Djarum hampir dicoret. Papah paling support. Pelatih sejati kak Rian," kata Tika.
Budi bukanlah seorang atlet. Namun obsesi dan kegigihannya telah mampu mengantarkan Rian ke pentas Internasional.
"Sayangnya, ayah meninggal sebelum melihat kesuksesan kakak sekarang. Sekarang mereka berdua sudah ngga ada. Kuburan kakak di samping ayah. Biar nanti mereka main bareng di sana," canda Tika.
Wifky Windarto, junior Rian di PB Djarum Jakarta menyempatkan datang ke Semarang untuk menyampaikan duka ke keluaga.
Rian di mata Wifky sosok yang tak pelit berbagi pengalaman.
"Rian sering berbagi pengalaman dalam bermain dan melatih. Dia juga kadang suka cerita suka duka dia masuk ke PB Djarum hingga pelatnas," kenangnya.
Wifky terakhir berkomunikasi dengan Rian ketika akan berangkat Sirnas di Banjarmasin.
"Tiba-tiba dia telepon saya dan bilang pengen ketemu. Kangen katanya. Biasanya juga ngga kayak gitu. Mungkin udah firasat," ujarnya.
Sayur Mangut dan Terong
Kepergian Rian meninggalkan seorang istri, Anna Chamellia. Wajah Anna tampak kuyu malam itu. Anna mengenal sosok Rian sebagai orang yang pekerja keras.
"Suami saya sering cerita kegigihan papahnya waktu melatih dia sampai kayak sekarang," ujarnya.
Berbagi kebahagiaan, kata Anna, merupakan hal yang sering Rian lakukan.
"Dia baik banget orangnya. Suami saya suka ngasih uang buat orang atau keluarga yang lagi membutuhkan. Dia suka berbagi kebahagiaan sama orang lain," ujarnya.
Tak ada firasat bagi Anna sebelum kepergian sang suami. Hanya saja, beberapa bulan terakhir ia sering menemani Rian bertemu teman lama.
"Dia ingin ketemu teman-temannya. Dan setiap udah ketemu, dia selalu pamit. Tapi saya ngga pernah tanya untuk apa dia pamit ke teman-temannya," ujarnya.
Anna merasa tubuh suaminya saat itu sedang fit, tidak mengeluh kelelahan. Ia pamit untuk berlatih tanding di Semarang dan ingin menginap di tempat ibunya.
"Berangkat ke Semarang naik pesawat pukul 11.00. Sabtu tanding pukul 18.00. Saya merasa dia baik-baik saja. Ngga kelihatan capek," kata Anna yang dipinang Rian tiga tahun lalu.
Sebelum tiba di Semarang, Rian sempat menelepon sang bunda, Misriyanti. Hal yang tak pernah terlewatkan ketika berkunjung ke Semarang yakni ingin dibuatkan sayur Mangut dan terong.
"Sebelum ke Semarang sempat telepon dulu. Mau ada tanding di Semarang Sabtu pukul 18.00. Sampai Semarang katanya dia laper banget, mau dibuatkan sayur Mangut dan terong. itu masakan kesukaan dia kalau ke Semarang," kata Misriyanti.
Misriyanti pun tak punya firasat sebelum kepergian putranya. Hanya saja, sebelum bertanding Rian berpesan jika akan pulang ke rumah dan menginap sebelum kembali ke Jakarta.
"Dia dijemput pukul 17.30. Sebelum pergi cuma pesan kalau mau menginap. Itu terakhir kali saya ketemu anak saya," ujarnya. (Galih Permadi)