TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengprov PBSI Sumut, Johannes IW menyatakan siap beradu argumentasi dengan pengurus PP PBSI, untuk membuktikan apakah dirinya melanggar AD/ART organisasi terkait pelaksanaan Muskotlub PBSI Medan.
Dia berharap PP PBSI dapat melihat secara obyektif dan mengkaji ulang keputusan sepihak pemberhentian dirinya dan pembekuan kepengurusan Pengprov PBSI Sumut.
"Untuk meluruskan kebenaran saya siap adu argumentasi atau berdebat terbuka dengan pengurus PP PBSI. Dimana pun dan kapan pun saya siap. Mau debat terbuka di televisi juga saya siap. Biar masyarakat yang menilai, siapa yang benar dan siapa yang salah," ungkap Johannes yang didampingi Ketua Dewan Penasehat Pengprov PBSI Sumut, Datuk Selamat Ferry kepada wartawan di Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Diketahui, Johannes beserta jajaran kepengurusan Pengprov PBSI dijatuhi sanksi pembekuan oleh PP PBSI pada 9 Agustus lalu. Pria yang telah memimpin Pengprov PBSI Sumut selama lebih kurang empat periode (sejak 2008 sampai hari ini) dituduh telah melanggar AD/ART PP PBSI dengan melakukan intervensi dalam pelaksanaan Muskotlub PBSI Medan di Hotel Emerald Medan, pada 14 Juni silam.
Hukuman dijatuhkan berdasarkan laporan yang dibuat Tim Investigasi yang beranggotakan Rachmat Setiawan, Edi Sukarno dan Alfian Wijaya yang diutus oleh PP PBSI untuk menyelidiki dugaan pelanggaran AD/ART dalam pelaksanaan Muskotlub PBSI Medan.
Sebagai organisasi yang memiliki aturan, kata Johannes, PP PBSI seharusnya tidak langsung main vonis hanya berdasarkan laporan Tim Investigasi. Apalagi dalam menjalankan tugasnya menyelidiki pelaksanaan Muskotlub PBSI Medsn, langkah-langkah yang ditempuh Tim Investigasi justru terkesan melanggar AD/ART.
Johannes mengaku punya sejumlah bukti kuat bahwa Tim Investigasi dalam menjalankan tugasnya banyak menyimpang dan melanggar AD/ART serta etika organisasi.
"Bukti pertama kalau Tim Investigasi cenderung melanggar AD/ART adalah waktu penyelidikan yang telah lewat dari batas waktu sebagaimana diatur dalam AD/ART. Tim Investigasi baru datang ke Medan dan menjalankan tugasnya pada 18 Juli. Sedangkan Muskotlub PBSI Kota Medan sudah dilaksanakan pada 14 Juni. Sudah lebih dari 30 hari," beber Ketua Bidang Pengembangan Daerah PP PBSI di era Ketua Umum Gita Wirjawan ini.
"Dalam pasal 13 ayat 1 dan 2 AD/ART PP PBSI tentang muskotlub. Disebutkan jika dalam waktu 30 hari, pihak yang di-muskotlub-kan tidak menyampaikan keberatan. Maka hasil muskotlub dengan sendirinya sah," imbuhnya.
Fakta lainnya, tiga hari sebelum Tim Investigasi PP PBSI tiba di Kota Medan, tepatnya pada 15 Julu mereka sudah menyebar undangan ke Pengkab/Pengkot PBSI se-Sumut untuk menghadiri kegiatan sosialisasi Sistem Informasi dan pengembangan daerah pada 22-23 Juli di Hotel Niagara Parapat. Kegiatan berlangsung tanpa sepengetahuan Pengprov PBSI Sumut.
"Dalam pelaksanaannya kegiatan sosialisasi Sistem Informasi (SI) dan Pengembangan Daerah tersebut justru digiring untuk menggalang dukungan pelaksanaan Musprovlub Pengprov PBSI Sumut. Tetapi rencana menyimpang itu ditolak oleh pengurus Pengkab PBSI Serdang Bedagai yang hadir dalam kegiatan tersebut," ungkap Johannes.
"Begitu faktanya. Kami tidak mengada-ada. Kami punya bukti undangan yang disebarkan Tim Investigasi dan foto saat kegiatan berlangsung. Kami mempertanyakan apa kapasitas Tim Investigasi dalam kegiatan tanggal 22-23 Juli di Hotel Niagara Parapat. Mereka diutus oleh PP PBSI kan untuk menyelidiki pelaksanaan Muskotlub PBSI Medan. Kenapa kok mereka malah mengadakan kegiatan mengundang pengkab dan pengkot tanpa koordinasi dan berkomunikasi dengan kami selaku Pengprov PBSI Sumut?" gugatnya.
Johannes, juga mengaku heran, bagaimana bisa pada tanggal 20 Juli 2017, Tim Investigasi telah menyampaikan laporan tertulis kepada PP PBSI tentang hasil penyelidikan pelaksanaan Muskotlub PBSI Medan, sedangkan sampai 23 Juli mereka masih berada di Parapat.
Berdasarkan fakta-fakta yang ada, Johannes menduga keputusan untuk memecat dirinya dan membekukan Pengprov PBSI Sumut memang sudah direncanakan dan diskenariokan oleh segelintir oknum pengurus PP PBSI.
"Pelaksanaan Muskotlub PBSI Medan hanya opsi alternatif yang dijadikan pintu masuk oleh Tim Investigasi untuk merekomendasikan pemberhentian saya dan pembekuan Pengprov PBSI Sumut. Kita bisa lihat dari apa yang terjadi pada saat kegiatan sosialisasi dan pengembangan daerah di Hotel Niagara. Tim Investigasi dengan mengatasnamakan PP PBSI berusaha menggiring peserta pertemuan untuk mengusulkan musprovlub Pengprov PBSI Sumut. Namun karena pengurus dari pengkab PBSI Serdang Bedagai mempertanyakan sekaligus memperingkatkan kemungkinan resiko yang akan mereka tanggung. Akhirnya, rencana untuk mengajukan musprovlub pun dibatalkan," papar Johannes.
"Jadi, seandainya dalam pertemuan di Hotel Niagara skenario mereka berhasil menggiring pengkab/pengkot PBSI Sumut untuk menuntut musprovlub Pengprov PBSI Sumut, maka pelaksanaan muskotlub PBSI Medan tidak akan pernah dipersoalkan," kata Johannes.
Meski berbeda secara teknis namun pada prinsipnya, menurut Johannes, apa yang dia alami bersama kepengurusan Pengprov PBSI Sumut hampir sama dengan kejadian yang menimpa mantan juara dunia Icuk Sugiarto yang dilengserkan dari jabatannya sebagai Ketua Umum Pengprov PBSI DKI Jakarta oleh PP PBSI.
"Kalau praktik-praktik seperti ini dibiarkan terus, akan jadi preseden buruk ke depan. Masa pengurus pusat bisa berhubungan langsung dengan pengkab/pengkot tanpa sepengetahuan pengprov? Bukankah ini namanya intervensi?" tanya Johannes.
"Harapan saya PP PBSI dapat bersikap bijak. Jangan membiarkan segelintir oknum pengurus mengobok-obok aturan. Kasihan atlet karena merekalah yang paling merasakan dampak dari pembekuan ini. Karena mereka tidak bisa mengikuti kejuaraan-kejuaraan," ujar Johannes.
Johannes berkeyakinan keputusan pembekuan yang diambil oleh segelintir oknum pengurus PP PBSI di luar sepengetahuan Wiranto sebagai Ketua Umum.
Karena itu, pihaknya ingin bertemu dengan Wiranto untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Agar permasalahan ini tidak berlarut-larut.
"Sejak dibekukan pada 9 Agustus lalu. PP PBSI tidak pernah membuka ruang dialog dengan kami. Kami memang sudah pernah dipanggil untuk menjalani sidang dengan agenda pembelaan diri di Kantor PP PBSI di Cipayung, pada 12 September lalu. Tetapi tidak ada dialog dalam sidang tersebut. Pak Alex Tirta selaku pimpinan sidang mewakili Ketua Umum Wiranto hanya meminta kami menyampaikan pembelaan diri. Mereka hanya mendengarkan tanpa memberikan tanggapan. Bagaimana bisa ada penyelesaian kalau tidak ada dialog?" tutur Johannes.
Ketua Dewan Penasehat Pengprov PBSI Sumut yang juga Ketua Umum Pengkab PBSI Deli Serdang, Datuk Selamat Ferry menambahkan pihaknya telah menyerahkan surat permohonan audiensi dengan Ketua Umum PP PBSI yang juga menjabat sebgai Menkopolhukam, Jenderal Wiranto.
"Surat sudah kami serahkan melalui Sekretariat Kemenkopolhukam Jakarta, pada Senin (9/10). Surat diterima oleh staf Sekretariat Kemenkopolhukan, Suhanda.
Besar harapan kami Pak Wiranto berkenan memenuhi permintaan kami untuk beraudiensi. Sehingga kami dapat menjelaskan duduk perkaranya, secara obyektif dan riil," pungkas Datuk Selamat Ferry.