News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kaleidoskop 2018: Cedera Kemenpora dan Sepakbola Indonesia

Penulis: Abdul Majid
Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Deputi IV Kemenpora Mulyana menggunakan rompi tahanan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/12/2018) dini hari. KPK resmi menahan lima orang tersangka diantaranya Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy, dan Deputi IV Kemenpora Mulyana dengan barang bukti berupa uang senilai Rp7,318 Miliar terkait kasus korupsi pejabat pada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia ( KONI). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Majid

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dicap sukses menyelenggarakan dua ajang olahraga bertaraf internasional: Asian Games dan Asian Para Games 2018.

Bahkan, sukses prestasi yang didapat kontingen Indonesia pada ajang tersebut diapresiasi Presiden Joko Widodo dan meyebut bahwa tahun 2018 ini adalah momentum kebangkitan olahraga Indonesia.

Di Asian Games, kontingen Indonesia finis keempat dengan mengoleksi 98 medali: 31 emas, 24 perak dan 43 perunggu. Capain itu dinilai sangat impresif lantaran pemerintah sebelumnya hanya menargetkan 10 besar.

Hal serupa juga tercipta di Asian Para Games yang digelar sekitar satu bulan setelahnya, 6-13 Oktober 2018. Pada ajang itu, Indonesia finis di peringkat ke kelima dengan mengumpulkan 135 medali: 37 emas, 47 perak dan 51 perunggu.

Tak ayal, perolehan medali itu menjadi sejarah baru bagi Indonesia sepanjang mengikuti Asian Games dan Asian Para Games.

Namun, di akhir tahun 2018, catatan apik itu harus ternoda. Pasalnya, instansi Pemerintah yang menaungi olahraga Indonesia, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) terpegok tengah bermain-main dengan anggaran.

Tim Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan di gedung PP-IKTON, Kemenpora, Jakarta, Selasa (18/12/2018) malam.

Dalam operasi tersebut, KPK menangkap beberapa pejabat Kemenpora yang diduga tengah melakukan transaksi terkait pencairan dana hibah dari Kemenpora ke KONI.

“Setelah melakukan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan ada tindak dugaan pidana korupsi menerima hadiah atau janji terkait penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI Tahun Anggaran 2018 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” jelas Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Rabu (19/12/2018) malam.

KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dana hibah dari Kemenpora. Kelima tersangka berasal dari pejabat Kemenpora dan pejabat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dengan barang bukti lebih dari Rp7 miliar dalam bungkusan plastik.

Dari pihak Kemenpora ada tiga orang yang jadi tersangka yakni Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora Eko Triyanto yang diduga berperan sebagai penerima suap dalam kasus ini.

Sementara dari KONI adalah Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum Johnny E. Awuy. Mereka diduga berperan sebagai pemberi suap.

Adapun barang bukti yang berhasil diperoleh penyidik KPK berupa uang tunai Rp 318 juta, buku tabungan berisi Rp100 juta atas nama Johnny E. Awuy, uang tunai dalam bungkusan plastik sebesar Rp 7 miliar, dan satu unit mobil Chevrolet Captiva milik Eko Triyanto.

Lebih lanjut, KPK juga sempat menyebut bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi juga perannya sangat signifikan dalan kasus ini.

“Saya belum bisa menyimpulkan itu. Tapi indikasinya memang peranan yang bersangkutan (Imam Nahrawi) signifikan ya,” ujar Saut di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (19/12/2018).

Saut pun memilih untuk sabar dan menyerahkan sepenuhnya kepada tim penyidik KPK untuk mencari keterangan dan bukti keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

“Nanti kita lihat dulu. Karena kalau kita lihat jabatannya (Menpora) kan, itu bisa kita lihat seperti apa kemudian peranannya seperti apa. Ada beberapa yang tidak konfirm satu sama lain tentang fungsinya, nanti kita lihat dulu,” kata Saut.

Sementara itu, Menpora Imam Nahrawi yang mengetahui ruangannya di lantai 10 Gedung Kemnpora juga ikut digeledah KPK dan Asisten Pribadinya, Miftahul Ulum juga dipanggil KPK menyatakan kesiapannya jika KPK sewaktu-waktu memanggilnya untuk dimintai keterangan.

“Namanya negara hukum. Kita ini hidup di negara hukum. Tentunya, kita harus siap dan membantu KPK dengan baik,” kata Imam di Kantor Kemenpora, Jakarta, Jumat (21/12/2018) siang.

Pengaturan Skor Sepakbola Indonesia

Satu hal lagi yang membuat citra olahraga Indonesia tercoreng di tahun 2018 ini yakni mengenai terungkapnya aktifitas pengaturan skor yang terjadi di sepakbola Indonesia.

Sejauh ini pengaturan skor yang diungkap terjadi pada Liga 2 dan Liga 3. Namun, aktifitas pengaturan skor sempat terdengar kabar juga pernah masuk ke ranah Tim Nasional Indonesia pada penyelenggaraan Piala AFF 2010.

Kini, satu per satu para korban dan pelaku pun mulai menyuarakan bahwa hal tersebut benar-benar terjadi. Program televisi Mata Najwa yang disiarkan pada stasiun televisi swasta bisa dibilang berani mengungkap hal ini.

Mata Najwa pun sudah membuat program ini hingga dua jilid dengan tema besar PSSI Bisa Apa?

Nama-nama yang diduga mafia sepakbola seperti Vigit Waluyo mulai muncul kepermukaan. Vigit dikatakan mantan runner pengaturan skor, Bambang Suryo adalah salah satu mafia sepakbola besar yang ada di Indonesia.

Tak hanya Bambang Suryo, Manajer Madura FC Januar Herwanto juga menyuarakan praktik pengaturan skor. Ia menyebut nama Anggota Exco PSSI, Hidayat bermain dalam kasus ini dengan mencoba menawari timnya untuk mengalah saat menghadapi PSS Sleman.

Mengetahui namanya disebut dalam kasus pengaturan skor Hidayat akhirnya mengundurkan diri sebagai anggota Exco PSSI pada Senin (3/12/2018). Komdis PSSI juga menghukum Hidayat dengan larangan beraktivitas di lingkup PSSI selama tiga tahun dengan dua tahun dilarang ke stadion, ditambah denda Rp150 juta.

Setelah itu, giliran manajer Persibara Banjarnegara Lasmi Indrayani beserta ayahnya yang menjabat sebagai Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono yang mengungkapkan tentang kinerja mafia bola di Indonesia.

Bahkan, dalam program Mata Najwa Lasmi pun menyebut nama-nama yang telah mengiming-imingkan Persibara Banjarnegara untuk naik kasta dengan membayar sejumlah uang. Mereka adalah ketua Asprov PSSI Jawa Tengah yang juga menjabat sebagai Exco PSSI Johar Lin Eng, Mbah Putih (Dwi Irianto), Mr P (Priyanto) dan Anik Yuni Artikasari.

Setelah Lasmi mengungkapkan hal itu, Kapolri Jendral Tito Karnavian pun langsung bertindak cepat dengan membuat Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Bola.

“Mabes Polri dan Polda Metro Jaya sudah membentuk satgas anti mafia bola. Tim ini ada 145 orang yang dibentuk oleh Bapak Kapolri (Jenderal Tito Karnavian),” kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Jumat (21/12/2018).

Tim bentukan Polri itu pun langsung bekerja dengan cepat. Genap satu minggu setelah dibentuk, Satgas Anti Mafia Bola berhasil menangkap Priyanto, Anik Yuni Artikasari dan Johar Lin Eng saat tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Kamis (27/12/2018).

Sehari setelah mengangkap Johar Lin Eng, Satgas Anti Mafia Bola kembali menunjukkan taringnya. Kali ini mereka menangkap Dwi Irianto alias Mba Putih di Yogyakarta.

Terbaru, Vigit Waluyo yang sebelumnya diungkap oleh Bambang Suryo telah menyerahkan diri ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo pada Jumat (28/12/2018).

“Vigit Waluyo menyerahkan diri dengan didampingi keluarganya pada 28 Desember sekitar pukul 20.00 WIB,” kata Kepala Kejari Sidoarjo, Budi Handaka, Senin (31/12/2018) dilansir dari Tribun Jatim.

Akan tetapi, Vigit menyerahkan diri bukan karena kasus pengaturan skor melainkan kasus korupsi PDAM Sidoarjo. Korupsi itu menyebabkan kerugian negara Rp 3 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini