TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Menyambut peringatan Kemerdekaan Indonesia ke-74, Kepolisian Resor Garut menggelar Kejuaraan Lintas Alam Gantolle Piala Kapolda Jabar II 2019, 20-22 Agustus lalu.
Sebanyak 24 pilot (istilah untuk atlet olahraga udara) asal Jakarta, Bandung, Bogor, Tasikmalaya, Jogjakarta, Solo dan Kalimantan Selatan, lepas landas dari Bukit Parama Satwika, Gunung Putri dan mendarat di Desa Ranca Bango, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut. Bia ditarik garis lurus berjarak sekitar 4 km.
Ayat Supriatna, pilot Kabupaten Bogor, peraih dua medali emas PON XIX Jawa Barat 2016, keluar sebagai juara Kelas A, diikuti Riko BS (Jawa Barat) dan Sulis Widodo (Jawa Tengah). Sedangkan di Kelas B, pilot Kabupaten Bandung Barat Ridwan Jaelani meraih nilai tertinggi, disusul Iyus Pratama (Kabupaten Bogor) dan Trisna Christanto (Bandung).
Jenis layangan yang mempengaruhi kecepatan dan kelincahan layangan, memebedakan kelas para pilot. Pilot Kelas A memakai layangan dua lapis (double surf), sedangkan pilot Kelas B layangannya lapis satu (single surf).
Sesuai soal yang berbeda setiap harinya, berkisar 8-18 km , para pilot berusaha terbang secepat mungkin mengikuti rute dalam soal. Misalnya menuju Alun-Alun Garut dengan garis akhir di kawasan Desa Ranca Bango.
Sangat penting digelar banyak kejuaraan lintas alam (cross country/XC) Gantolle, demi meningkatkan kemampuan terbang para pilot.
Agar Indonesia siap kembali mengikuti Kejuaraan Dunia, dengan jarak terbang dalam soal berkisar 75-200 km tiap ronde. Terakhir Indonesia mengikuti Kejuaraan Dunia di Australia, 1988.
Gantolle (Layang Gantung) yang memiliki anggota di 14 propinsi, tergabung dalam induk olahraga PB FASI (Pengurus Besar Federasi Aero Sport Indonesia). Adalah satu dari 7 cabang dirgantara lainnya seperti Aeromodeling, Terjun Payung, Terbang Layang dan Paralayang. Cabang terbaru adalah pesawat nirawak Drone.
Hampir diseluruh Indonesia terdapat lokasi menakjubkan untuk mengembangkan olahraga udara. Guna menunjang pengembangan wisata olahraga dirgantara, tiap daerah wajib membangun sarana infrastruktur layak, seperti jalan mulus yang bisa dicapai mobil pengangkut layangan dan masyarakat ke lokasi takeoff (lepas landas) serta rumah sakit terdekat.
Jalan curam berpasir menuju Bukit Parama Satwika, sulit didaki dan penuh resiko terjerembab, apalagi bagi petugas pengangkut layangan. Para pilot mencapai lokasi takeoff, rata-rata berjalan kaki selama 30 menit.
Sejak pertama kali mengikuti PON (Pekan Olahraga Nasional) pada 1981, olahraga dirgantara Gantolle (binatang Capung dalam bahasa Bugis), selalu menjadi penarik massa sebagai tontonan berbeda.
Olahraga alam atau petualangan yang sarat tantangan dan resiko, ikut memacu adrenaline penonton, bukan hanya atlitnya.
Banyaknya pelajar yang menyaksikan para pilot Gantolle beraksi dan bertanya tentang dimana bisa berlatih dan teknis layangan, menunjukkan minat generasi muda terhadap olaharag alam masih tinggi.
Penting mengembalikan remaja dan pemuda kembali ke alam untuk kesegaran jasmani rohani mereka. Demi menangkal pengaruh negatif permainan komputer, media sosial, narkoba, kriminalitas dan tontonan televisi yang tidak mendidik.