TRIBUNNEWS.COM - Sama halnya dengan All England, Grand Slam Wimbledon merupakan kompetisi tertua di cabang olahraga tenis dunia.
Bila All England, kompetisi tertua bulutangkis bisa digelar di Birmingham Inggris, tidak untuk Grand Slam Wimbledon yang harus menerima pil pahit karena dibatalkan karena pandemi corona.
Ini merupakan pertama kalinya setelah Perang Dunia Kedua, Grand Slam Wimbledon dibatalkan.
Awalnya, kejuaraan ini dijadwalkan berlangsung mulai 29 Juni hingga 12 Juli di All England Tennis and Croquet Club, London.
Namun setelah para pejabat tenis melakukan pertemuan darurat untuk membicarakan hal ini, keputusan pembatalan sudah tak terelakkan.
"ini adalah keputusan yang kami anggap remeh, dan kami telah melakukannya dengan sangat menghargai masyarakat dan kesejahteraan semua orang yang datang bersama-sama untuk mewujudkan Wimbledon," kat Ketua All England Club, Ian Hewitt, dikutip dari The Guardian.
Menanggapi pembatalan Wimbledon 2020, para atlet merasa terkejut, sedih hingga merasa hancur.
Tunggal putra tenis, Roger Federer terkejut dengan keputusan ini dan dia merasa hancur.
Tahun depan, peraih 20 gelar Grand Slam itu memasuki usia berkepala empat ketika gelaran dijadwalkan pada 28 Juni 2021.
"Kami mengalami masa-masa sulit, namun, kami akan bangkit dari itu, dan akan semakin kuat," katanya, dikutip dari Daily Mail.
Begitu juga dengan Andi Murray yang mengungkapkan kesedihannya lantaran Grand Slam Wimbledon 2020 dibatalkan.
Peraih dua medali Wimbledon (013 dan 2016) itu menganggap kesehatan setiap orang lebih penting dari apapun, untuk saat ini.
"Dengan semua yang terjadi di dunia saat ini, kesehatan setiap orang jelas merupakan hal yang paling penting," ucap Andy Murray.
Serena Williams merasa terguncang karena pemberitaan di atas, sementara Coco Gauff, petenis muda dengan kejutan yang dia berikan tahun lalu mencoba untuk tabah karena turnamen Wimbledon tahun ini dibatalkan.