TRIBUNNEWS.COM - Kekhawatiran tengah dirasakan oleh beberapa pihak melihat beberapa wacana perubahan aturan yang akan diterapkan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF).
Beberapa wacana baru yang akan digulirkan BWF antara lain penggunaan shuttlecock sintetis hingga perubahan sistem penilaian.
Pertama, Penggunaan shuttlecock sintetis sendiri rencananya akan digunakan mulai awal tahun 2021.
Terobosan penggunaan shuttlecock sintites tersebut sebagai upaya konkret BWF dalam mengurangi penggunaan sampah.
Penggunaan shuttlecock sintetis sejatinya telah menuai beragam komentar baik pro maupun kontra dari beberapa pebulutangkis dunia.
Baca: Tanggapan Lee Chong Wei Perihal Wacana Perubahan Sistem Penilaian 21x3 jadi 11x5
Baca: Pro Kontra Wacana Perubahan Sistem Penilaian Bulutangkis dari 21x3 ke 11x5
Beberapa pebulutangkis mengutarakan penggunaan shuttlecock sintetis tersebut bisa saja menghilangkan seni dan keindahan permainan.
Namun, ada beberapa pebulutangkis lain menilai shuttlecock sintetis bisa mempercepat laju permainan yang lebih baik.
Wacana kedua yang saat ini tengah ramai dibicarakan adalah perubahan sistem penilaian skor bulu tangkis.
Perubahan format penilaian skor tersebut digauangkan oleh Poul-Erik Hoyer selaku Presiden BWF.
Terhitung telah dua tahun dimana Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) telah melayangkan proposal berupa opsi untuk mengganti format penilaian skor yang berlaku saat ini.
Baca: BWF Tunjuk Delapan Wajah Baru Duta Kampanye I Am Badminton, Termasuk Zheng Siwei/Huang Yaqiong
Format penilaian bulutangkis yang berlaku saat ini yakni 21x3, dimana pihak BWF ingin menggantinya menjadi 11x5.
Salah satu alasan yang membuat Poul-Erik Hoyer ingin mengubah sistem poin saat ini karena dinilai terlalu lama dan kurang menarik bagi para penonton.
Peraih medali emas tunggal putra Olimpiade Atalanta 1996 tersebut menambahkan beberapa langkah inovasi tersebut dilakukan agar bulutangkis bisa mengingukti perkembangan olahraga internasional lainnya.
Menanggapi berbagai wacana yang akan merubah aturan bulu tangkis tersebut ternyata mendapat perhatian dari mantan pebulu tangkis dunia.
Sebagaimana dilansir oleh New Straits Times, beberapa mantan pebulu tangkis dunia merasa BWF harus mencari cara lain untuk mempopulerkan olahraganya tersebut.
Alih-alih membuat perubahan yang cukup drastis yang nantinya akan mempengaruhi permainan di atas lapangan.
Salah seorang mantan pebulu tangkis yang pernah menjadi pemenang Piala Thomas, Rashid Sidek angkat bicara.
"Saya mengerti bahwa BWF ingin menjaga identitas olahraga tetap relevan, tetapi mengapa harus mengubah sesuatu yang sudah diterima dengan baik," tanya Rashid Sidek.
"Saya tidak melihat orang-orang mengeluh tentang berapa lama pertandingan yang dilangsungkan," jujurnya.
"Bulu tangkis adalah olahraga lama seperti yang lain dimana telah memiliki identitas, kami tidak ingin kehilangan itu," tegas mantan pelatih BAM tersebut.
Lebih lanjut, Rashid Sidek juga mengkritisi wacana penggunaan shuttlecock sintetis sebagai dalih pengurangan sampah.
Baca: Jalan Terjal Presiden BWF Ubah Format Penilaian Bulutangkis 21x3 jadi 11x5
"Saya merasa permainan akan banyak berubah bagi pemain yang terbiasa dengan shuttlecock saat ini," pungkas Rashid.
Mantan pebulu tangkis dunia lainnya, James Selvaray memberikan pendapat berbeda menyikapi situasi tersebut.
Legenda bulu tangkis Malaysia tersebut mengutarakan perubahan harus dilakukan pada tingkatan junior, bukan tingkat senior.
"Jika anda benar-benar ingin melakukan perubahan maka lakukanlah mulai tingkat junior, nantinya kita akan melihat transisi yang baik," ungkap James Selvaray.
"Para pemain senior tidak akan mampu beradaptasi dengan baik, saya tidak melihat gunanya membuat mereka berubah sekarang," tegasnya.
Baca: Viktor Axelsen Diuntungkan dengan Skema Perubahan Skor 21x3 jadi 11x5
Sampai sekarang, belum ada kejelasan terkait keputusan akhir perihal wacana-wacana yang telah ramai diperbincangkan publik tersebut.
Hal ini dikarenakan pertemuan tahunan anggota BWF baru akan dilaksanakan pada Agustuns mendatang.
Pandemi virus corona yang tengah melanda bisa saja menunda agenda tersebut untuk menanggapi wacana-wacana tersebut.
(Tribunnews/Dwi Setiawan)