TRIBUNNEWS.COM - Mantan pebalap MotoGP, Casey Stoner, mengungkapkan cara meruntuhkan dominasi Marc Marquez yang terbangun sejak 2013 bersama tim Honda.
Musim 2013 merupakan awal karier Marquez di kelas MotoGP.
Sejak saat itu, dia hampir selalu menjadi juara dunia.
Baca: Singkirkan Alex Marquez Adalah Strategi Bunuh Diri Nan Gila dari Repsol Honda
Baca: Marc Marquez Memang Jago Tapi Bisa Dikalahkan, Jorge Lorenzo Ungkap Titik Lemahnya
Baca: Perbedaan Mencolok dari Tindakan Rossi dan Marquez Saat Dianggap Juara Karena Faktor Motor
Baca: Peforma Valentino Rossi di Atas Motor Dinilai Masih Presisi: Masih Bisa Menang Lagi di MotoGP
Satu-satunya kegagalan yang dialami pebalap asal Spanyol itu terjadi pada 2015, ketika dia harus merelakan gelar juara dunia ke tangan rekan senegaranya, Jorge Lorenzo, dari tim Yamaha.
Adapun saat itu Marquez menempati peringkat ketiga klasemen akhir, di bawah pebalap ikonik MotoGP, Valentino Rossi.
Kegagalan pada musim 2015 tak membuat Marquez menyerah.
Dia kemudian kembali bangkit dan selalu merengkuh titel juara hingga musim 2019.
Saat ini, dia sudah mendekati rekor Valentino Rossi yang sudah tujuh kali menjadi juara dunia.
Kehebatan Marquez mengundang rasa penasaran sejumlah pihak.
Tak sedikit orang yang mulai menganalisis cara mengalahkannya, termasuk Casey Stoner, yang juga sempat tergabung dalam tim Honda.
Menurut Stoner, cara terbaik untuk mengalahkan Marquez ialah menciptakan situasi yang memungkinkan pebalap berusia 27 tahun itu melakukan kesalahan dan terjatuh dari motornya.
Terlebih lagi, Marquez dikenal sebagai pebalap yang kerap mengalami crash.
"Marc juga bisa membuat kesalahan," ucap Stoner seperti dikutip BolaSport.com dari Corsedimoto.
"Jadi, saya pikir cara terbaik yang bisa Anda lakukan adalah memimpin dan melesat jauh di awal-awal balapan," katanya.
"Hal itu akan membuat Marc berusaha mengejar Anda dan mendorong dia sampai ke batas maksimal, yang berpotensi membuahkan kesalahan bagi dia," tutur Stoner menjelaskan.
Kendati demikian, Casey Stoner kemungkinan besar tidak akan punya kesempatan untuk mengujinya cara tersebut.
Pasalnya, pebalap asal Australia itu sudah terlebih dulu pensiun ketika Marquez melakoni debut di kelas MotoGP.
Stoner pensiun dari ajang balap MotoGP pada akhir musim 2012, sedangkan Marquez baru menjalani debut pada musim 2013.
Selama berkarier di MotoGP, Stoner dua kali menjadi juara dunia. Masing-masing bersama dua tim yang berbeda, Ducati (2007) dan Honda (2011). (Fauzi Handoko Arif/Benediktus Agya Pradipta/Kompas.com)
Titik Lemah Marc Marquez Menurut Lorenzo
Mantan pembalap MotoGP, Jorge Lorenzo, menyebut Marc Marquez, bisa dikalahkan meski merupakan pembalap yang luar biasa.
Jorge Lorenzo dan Marc Marquez membalap untuk Repsol Honda pada musim 2019.
Marc Marquez tampil lebih dominan untuk menjadi juara MotoGP yang keenam kalinya dengan torehan 420 poin.
Marquez bahkan cuma sekali absen dari tangga podium (18 hasil podium dengan 12 kemenangan) dalam kejuaraan yang berlangsung selama 19 seri itu.
Baca: Sosok yang Disebut Anti-Valentino Rossi Secara Halus Siratkan The Doctor Sudah Habis
Baca: Perbedaan Mencolok dari Tindakan Rossi dan Marquez Saat Dianggap Juara Karena Faktor Motor
Baca: Peforma Valentino Rossi di Atas Motor Dinilai Masih Presisi: Masih Bisa Menang Lagi di MotoGP
Adapun Jorge Lorenzo pensiun setelah mengakhiri musim dengan hasil minor. Lorenzo hanya bisa finis pada peringkat ke-19 dengan 28 poin.
Dikutip BolaSport.com dari Crash.net, Lorenzo mengatakan Marquez tidak kebal dari kekalahan meski tetap menjadi pembalap favorit pada musim 2020.
"Marc adalah juara bertahan, jadi jelas dia akan menjadi favorit pada musim ini. Namun, dia bukannya tidak bisa dikalahkan," kata Lorenzo.
Lorenzo mengacu kepada pengalaman beberapa pembalap pada musim-musim sebelumnya, termasuk dirinya sendiri.
"Saya mengalahkan Marquez pada 2015. Andrea Dovizioso nyaris mengalahkannya pada 2017. Tahun lalu, Fabio Quartararo bertarung ketat pada banyak balapan," ujar Lorenzo.
"Artinya, kalau Marquez dan Honda punya masalah, tim dan pebalap lain bisa mengalahkan mereka," tutur Lorenzo lagi.
Di sisi lain, Lorenzo tahu siapapun pembalap yang ingin mengalahkan Marquez harus berusaha ekstra keras.
"Selain Marquez, tidak ada pembalap lain yang menjadi juara pada musim perdana mereka atau meraih enam titel juara dunia pada tujuh tahun," kata Lorenzo lagi.
"Marquez punya bakat alam luar biasa, ambisius, dan tidak takut jatuh. Namun, layaknya atlet lain, mereka punya kelemahan."
"Kejuaraan ini bukan cuma soal pebalap, tetapi juga soal motornya," ujar pebalap berjuluk Por Fuera itu memungkasi.
Perbedaan Mencolok Marquez-Rossi
Terdapat perbedaan mencolok antara Valentino Rossi dan Marc Marquez perihal cara mereka menjalani karier di MotoGP.
Marc Marquez dan Valentino Rossi kerap menjadi buah bibir akibat rivalitas mereka di MotoGP.
Perolehan gelar juara menjadi alasan kenapa Marc Marquez dan Valentino Rossi sering dibanding-bandingkan.
Marc Marquez mengoleksi 8 titel juara dunia, sedangkan Valentino Rossi mengumpulkan 9 gelar ketika menjadi penguasa MotoGP pada era 2000-an.
Baca: Sekarang Jarang Menang Balapan, Valentino Rossi Mengaku Justru Lebih Puas
Selain gelar juara, perbedaan cara mengarungi karier di MotoGP menjadi alasan Marquez dan Rossi menjadi bahan omongan.
Perbedaan mencolok tersebut adalah Rossi lebih mudah 'baper' (bawa perasaan, red) daripada Marquez.
Hal ini terlihat ketika Rossi memutuskan pindah dari Honda ke Yamaha pada 2004.
Pada waktu itu, pembalap berjuluk The Doctor sudah mencetak tiga gelar juara dari kelas utama (2 MotoGP dan 1 500cc).
Keputusan Rossi pindah ke Yamaha dikarenakan anggapan pihak yang meremehkan kemampuannya.
Sebelum Rossi datang, Honda sudah menjadi penguasa berkat dominasi Mick Doohan dan tambahan satu gelar dari Alex Criville.
Performa tinggi motor Honda serta status sebagai pembalap utama membuat Rossi dianggap sukses karena faktor motor belaka.
Pandangan itu menjadi salah satu penyebab Rossi memilih hengkang ke Yamaha (saat itu pabrikan medioker) pada 2004 untuk membuktikan kekuatannya.
Usaha Rossi berhasil. Setelah mencetak kemenangan pada balapan pembuka, Rossi menutup musim dengan menjadi kampiun.
"Pada tahun itu banyak yang mengatakan saya juara berkat Honda," kata Rossi dilansir BolaSport.com dari Corsedimoto.
"Itu adalah kepuasan, saya membuat keputusan gila. Itu seolah-olah Lewis Hamilton meninggalkan Mercedes untuk bergabung dengan McLaren."
"Semua orang di Honda mengira saya gila ketika memutuskan bergabung dengan Yamaha. Tetapi pada akhirnya, saya menunjukkan bahwa tidak hanya juara karena motor," imbuhnya.
Berbeda dari Rossi, Marquez tidak mudah baper.
Pembalap 27 tahun itu sering mendapat tantangan untuk keluar dari zona nyamannya.
Dalam beberapa tahun belakangan, Marquez sering dirumorkan akan meninggalkan Honda untuk pindah ke tim yang baru.
Alih-alih pergi, Marquez justru memilih bertahan dengan tim asal Jepang itu. Dia bahkan meneken perpanjangan kontrak bersama Honda sampai 2024.
"Saya ingin merasa nyaman dan bahagia. Jika saya sudah mendapatkannya, kenapa harus pindah?" kata Marquez, dilansir BolaSport.com dari Tuttomotoriweb.
Pilihan Marquez bertahan ini menunjukkan bahwa tidak mendengarkan perkataan orang lain untuk sebuah pembuktian.
Kesuksesan mencetak kemenangan secara rutin ketika pebalap Honda lainnya kesulitan telah membuktikan kemampuan Marc Marquez memang di atas rata-rata.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Casey Stoner Ungkap Cara Runtuhkan Dominasi Marc Marquez di MotoGP"