TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum IMI Provinsi Jawa Tengah non-aktif, H. Kadarusman didampingi dua sahabatnya dan seorang putrinya menemui Judiarto di Jakarta, pekan lalu.
Pertemuan silaturahmi itu bertujuan menyampaikan permintaan maaf, Pak Kada, panggilan H Kadarusman kepada Judiarto sebagai salah satu direktur PT. ASI (Arena Sirkuit International), promotor lokal penyelenggara kejuaraan dunia motocross MXGP di Indonesia.
“Dari lubuk hati yang paling dalam, saya menyampaikan permohonan maaf atas kekhilafan yang terjadi, Atas tindakan saya terkait penyelenggaraan MXGP di Semarang tahun 2018 lalu,” ungkap Pak Kadar langsung kepada Judiarto di sebuah restaurant Jepang, Grand Hyatt, Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut, Judiarto yang mantan Ketua Umum IMI DKI Jakarta, yang hanya didampingi Susi Manurung biasa disapa Kiki Manurung selaku Kuasa Hukum.
Kejadian bermula, ketika usai penyelenggaraan kejuaraan dunia motocross di Mijen, Semarang Barat, Pak Kadar melaporkan PT ASI dengan Judiarto menganggap laporan pertanggungjawaban tak sesuai realisasi di lapangan terhadap dana hibah dari Pemkot Semarang sebesar Rp 18 Miliar.
Namun persoalan itu dirasa salah alamat, karena Judiarto dengan perusahaan yang dipimpinnya hanya seorang kontraktor penyelenggara event.
“Saya hanya salah satu dari beberapa kontraktor dan pelaksana pekerjaan pada event MXGP di Semarang tahun 2018 itu,” jelas Judiarto kepada media, Jumat (11/9/2020).
Merasa dicemarkan nama baiknya, Judiarto balik melaporkan Pak Kadar kepada Bareskrim Mabes Polri atas pasal pencemaran nama baik.
Rupanya, pihak Bareskrim merespon positif pelaporan tersebut dengan melakukan penyelidikan, panggil para saksi termasuk Pak Kadar dan telah ditetapkan P21 (berkas kasus lengkap).
Sejak itu, Pak Kadar mulai goyang. Apalagi pada November 2019, Pak Kadar disanksi IMI Pusat dengan menonaktifkan sebagai Ketum IMI Jawa Tengah selama 1 tahun, karena dianggap membawa IMI ke persoalan hukum.
Pada Agustus 2020, berkas kasus pencemaran nama baik oleh Pak Kadar naik menjadi P-21. Artinya, kasus masuk tahap kedua dari polisi ke Kejaksaan.
Pak Kadar yang telah berusia 70 tahun pun harus siap-siap menerima konsekuensi: masuk bui. Sebelum semua terlambat, Pak Kadar menyempatkan waktu untuk bertemu langsung Judiarto menyampaikan permohonan maaf sedalam-dalamnya, sekaligus agar kasusnya tak perlu dilanjutkan.
“Pak Judiarto bahkan sebenarnya sudah jauh hari memaafkan Pak Kadar ketika pernyataan itu disampaikan pihak Pak Kadar. Namun dalam perkembangan waktu, kok tidak seperti yang disampaikan. Akhirnya kami meneruskan kasus ini di kepolisian,” ujar Kiki Manurung SH, kuasa hukum Judiarto.
Kalau akhirnya keputusan pengadilan kelak memvonis Pak Kadar dengan hukuman penjara, lanjut Kiki Manurung, kliennya (Judiarto) minta agar Pak Kadar tak perlu menjalani hukuman itu sepenuhnya.
“Klien kami bilang, Pak Kadar hanya butuh sekitar 1 menit dalam sel penjara, habis itu keluar dan pulang ke rumah beliau. Hanya ingin membuktikan, bukan klien kami yang salah,” jelas Kiki Manurung.
Kemudian, pada 4 September 2020, Judiarto diwakilkan oleh Kiki Manurung dan Pak Kadar didampingi Pengacara dan putrinya, telah mendatangi Kejaksaan Negeri Semarang untuk menyampaikan kesepakatan perdamaian yang telah dilaksanakan di Jakarta, dan memohon agar penuntutan terhadap Pak Kadar, dihentikan berdasarkan Keadilan Retoratif (Restorative Justice).
Kejaksaan Negeri Semarang, diwakilkan oleh Kasipidum dan JPU telah memfasilitasi proses perdamaian antara Judiarto dan Pak Kadar yang dilakukan secara virtual di kantor Kejaksaan Negeri Semarang, dikarenakan Judiarto berhalangan hadir, yang disaksikan oleh masing-masing pengacara serta kerabat Pak Kadar yang ikut hadir dalam proses perdamaian tersebut, seluruh kesepakatan perdamaian tersebut telah dituangkan oleh para pihak dalam Kesepakatan Perdamaian dan Berita Acara Proses Perdamaian yang dibuat oleh JPU (Gilang Prama Jasa, S.H., M.H) sebagai Fasilitator.
Kini, Judiarto dan Pak Kadar menunggu proses hukum selanjutnya atas Perdamaian yang telah dilaksanakan di Kejaksaan Negeri Semarang berdasarkan berdasarkan Keadilan Retoratif (Restorative Justice).