Dari definisi ini, kita bisa menyimpulkan beberapa hal.
Pertama, motor yang berada di area slipstream butuh daya lebih sedikit untuk menjaga kecepatan.
Kenapa itu bisa terjadi? Sebab udara telah 'dipecah' oleh pembalap di depannya.
Daya yang dibutuhkan sebuah motor tanpa Slipstream lebih besar, sebab di momen itu juga mesin digunakan untuk 'memecah' udara.
Memang motor sekelas MotoGP didesain aerodinamis, tapi tetap lebih menguntungkan ketika udara dipecah oleh pembalap lain.
Oleh karena itu, teknik ini penting dalam sebuah balapan.
Di trek lurus, akselerasi lebih dapat dilakukan secara maksimal ketika titik startnya dilakukan di area Slipstream.
Taktik ini disebut 'kotor' karena memanfaatkan rider yang berada di depannya untuk melancarkan strategi tersebut.
Terlebih lagi, strategi ini terbilang sangat kontroversi ketika seorang rider melakukan latihan bebas ataupun kualifikasi.
Jika Slipstream ini dilakukan saat latihan atau terutama saat kualifikasi dan terindikasi curang atau sengaja, biasanya race direction akan memberikan hukuman mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Pembalap yang dirugikan tidak segan lapor agar pembalap yang melakukan Slipstream mendapat hukuman.
Yang ringan catatan waktu pembalap tidak akan dihitung, dan yang berat mundur starting grid atau start dari posisi paling belakang alias hasil kualifikasinya dianulir.
Tapi, tak jarang pula Slipstream ini luput atau tidak dinyatakan melanggar aturan.
Hingga saat ini belum ada keputusan yang pasti mengenai taktik yang tergolong kurang sportif ini.
Layak ditunggu bagaimana ketegasan race director MotoGP mengenai insiden yang melibatkan Marc Marquez dan Maverick Vinales di Kualifikasi MotoGP Italia akhir pekan lalu.
(Tribunnews.com/Giri)(Gridoto/Rezki Alif Pambudi)
Ikuti berita terkait MotoGP