TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di bawah kepemimpinan Menpora Zainudin Amali telah banyak membawa perubahan dalam pembinaan olahraga Indonesia.
Hal itu diungkapkan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Kemenpora, Chanda Bhakti pada saat berada di Yogyakarta untuk menutup Sirkuit Nasional Wushu Taolu Seri II/2021 yang dilakukan secara virtual, Sabtu (26/6/2021).
Dalam sambutannya, Chandra Bhakti bukan hanya menjelaskan tentang strategi meningkatkan prestasi olahraga Indonesia dengan Grand Desain Olahraga Nasional yang fokus terhadap 14 cabang olahraga (cabor) unggulan tetapi soal penyiapan masa depan atlet berprestasi.
Bahkan, katanya, Menpora Zainudin Amali juga telah mengajukan agar atlet peraih medali emas Olimpiade dijadikan sebagai pahlawan nasional dan mendapat tempat pemakaman di Taman Makam Pahlawan.
Dalam menjalankan Grand Desain Olahraga Nasional dan pemberian behasiswa kepada atlet berprestasi itu, kata Chandra Bhakti, pihak Kemenpora telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Khusus bagi atlet berprestasi akan diberikan beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Para atlet berprestasi bukan hanya dapat pembiayaan selama menjalani Training Camp (TC) tetapi juga dapat meneruskan pendidikannya di luar negeri.
Sebagai contoh, dia menyebut, atlet wushu yang berprestasi bisa menjalani TC dan sekolah di China yang menjadi tempat asal wushu.
"Dengan adanya penetapan 14 cabor unggulan ini akan memberikan peluang bagi atlet-atlet beprestai mendapat support belajar penuh ke luar negeri melalui beasiswa LPDP. Kalau ada atlet wushu berprestasi yang ingin menjalani TC untuk mengembangkan prestasi dan ingin sekolah mungkin yang pas untuk wushu ke China," jelasnya.
Pemberian fasilitas beasiswa ini, kata Chandra, bertujuan untuk menyiapkan atlet berprestasi agar bisa menyongsong masa depan yang lebih baik.
"Nah ini kita akan dorong bahwa ada ujungnya setelah dia tidak jadi atlet. Di samping, dia tetap bisa mengembangkan wushu tetapi dia juga punya wawasan lain, kemampuan lain untuk mendapatkan aktifitas pekerjaan," katanya.
"Ini yang sedang dilakukan bagaimana proses pembinaan atlet sejak usia dini berjenjang dan berkelanjutan sampai pasca mantan atlet menjadi sebuah lingkaran, sebuah siklus yang betul-betul fokus pada olahraga," tandasnya.