"Dia tidak menghalangi saya, dia hanya mengatakan kepada saya untuk mendukung mereka dengan cahaya dan semua itu.
"Kemudian saya berbicara dengan walikota dan polisi, dan mereka memberi saya lampu hijau," kata Kevin Cordon kepada ESPN.
Sementara itu, Gabbriel mengungkan, bagaimana kondisi pandemi di negaranya membuat gereja tersebut harus ditutup dan Kevin Cordon menggunakan cahaya buatan.
"Gereja-gereja dibiarkan tanpa dana karena pandemi, Kevin menutup semua jendela dan harus menggunakan cahaya buatan sepanjang waktu untuk latihan, memintanya untuk membayar listrik yang dia gunakan sendiri itu logis, adil dan praktis tidak ada apa-apanya untuk paroki," tulis Gabbriel.
Perjuangan Kevin Cordon mendapat dukungan sepenuhnya dari negaranya, lingkungan, keluarga, hingga Federasi Bulu Tangkis Guatemala.
"Jadi semua perlengkapan berasal dari ibu kota, sedangkan di sini kita kurang lebih memasang penerangan dan menutup saluran masuk udara. Sebisa mungkin kita adaptasi karena dilatih di federasi," lanjut Kevin kepada ESPN.
Baca juga: Pelatih Indonesia Tularkan Tradisi Bulutangkis ke Guatemala, Loloskan Kevin Cordon ke Semifinal
Profil Kevin Cordon
Kevin Cordon sudah berkecimpung di dunia tepok bulu sejak usia 11 tahun, menurut informasi BWF.
Awalnya tidak sengaja, tetapi setelah itu dia berhasil memenangkan turnamen pertama dan terus berlanjut menekuni bulu tangkis hingga saat ini menjadi pahlawan bagi negaranya.
"Saya mengenal badminton dengan tidak sengaja," ujar Kevin Cordon, dikutip dari BWF.
"Saya pergi ke pertandingan bulutangkis lokal dan mulai bermain."
"Tiga bulan kemudian saya memenangkan turnamen pertama saya," jelasnya.
Baca juga: Profil Kevin Cordon, Pebulutangkis Didikan Pelatih asal Indonesia, Main Badminton Secara Tak Sengaja
Setelah kecemplung di dunia tersebut, ia mendedikasikan dirinya untuk tampil dengan baik.
Impiannya pun berubah seiring profesinya sebagai seorang pebulutangkis.