TRIBUNNEWS.COM - Pebulu tangkis asal Denmark, Viktor Axelsen jadi pebulu tangkis tunggal putra kedua non-Asia yang berhasil meraih medali emas di ajang Olimpiade.
Sebelum Viktor Axelsen, satu nama non-asia yang juga berhasil meraih medali emas Olimpiade adalah Poul-Erik Hoyer-Larsen, yang juga berasal dari Denmark.
Poul-Erik Hoyer-Larsen meraih medali emas pada Olimpiade Atalanta 1996.
Sejak saat itu, pemain Asia selalu mendominasi, Ji Xinpeng (China) Sydney 2000, Taufik Hidayat (Indonesia) Athena 2004, Lin Dan (China) Beijing 2008 dan 2012 London, Chen Long (China) Rio 2016 hingga akhirnya dipatahkan Viktor Axelsen pada edisi Tokyo 2020.
Bagi Axelsen, ini adalah mimpinya saat berusia enam tahun, di mana ia mulai bermain bulutangkis dan berharap suatu saat bisa memenangkan medali Olimpiade yang disematkan di lehernya.
Baca juga: Catatan Kegemilangan Axelsen Raih Emas Olimpiade: Hentikan Dominasi China & Samai Pendahulunya
"Saya telah mimimpikan momen ini selama bertahun-tahun. Sejak saya mulai bermain bulu tangkis dan saya mulai ketika saya berusia enam tahun," kata Axelsen, dikutip dari situs Olimpiade.
"Sekarang saya berusia 27 tahun dan saya berdiri di sini dengan medali emas di leher saya, mimpi besar menjadi kenyataan," jelasnya.
Pada Olimpiade Rio 2016, Axelsen punya peluang karena berhasil melaju ke semifinal, namun, misi tersebut gagal lantaran dikalahkan Chen Long.
Viktor Axelsen pun harus puas untuk bersaing dalam perebutan medali perunggu setelah itu, dan hasilnya, dia berhasil mempersembahkan untuk Denmark.
Bukan satu kebetulan, keduanya kembali bertemu di Olimpiade, tapi kali ini di partai final. Axelsen berhasil mengalahkan Chen Long dua set langsung sebelum akhirnya meraih emas.
Dia menangis, meringkuk ke lantai dengan ekspresi emosi yang sulit digambarkan.
Axelsen juga sempat bertukar jersey dengan Chen Long sebelum berpelukan.
"Itu adalah kegembiraan yang murni ketika saya memenangkan reli (set) terakhir. Setiap hal baik yang dapat Anda rasakan mengalir melalui tubuh Anda pada saat uang sama," ungkapnya.
"Dan Anda dapat melihat dari emosi saya bahwa saya tidak tahu harus berbuat apa selain air mata kebahagiaan," bebernya.