Laporan wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Bulutangkis Indonesia dipastikan balik ke rumah tanpa gelar dari turnamen BWF Super 1000, Denmark Open 2021.
Para wakil Indonesia di berbagai sektor pertandingan, 'rontok' sebelum bisa menembus babak final.
Kepastian itu diperoleh setelah wakil Indonesia yang tersisa, yakni Tommy Sugiarto di sektor tunggal putra; kemudian Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti di nomor ganda campuran, tumbang di partai semifinal.
Manajer Tim Bulutangkis Indonesia, Aryono Miranat mengungkapkan, kegagalan Jonatan Christie dan kolega meraih gelar di Denmark Open 2021 lebih dikarenakan kebugaran fisik yang tidak lagi fit.
Baca juga: Hasil Denmark Open 2021 - Singkirkan Tommy Sugiarto, Kento Momota Tantang Axelsen di Laga Final
"Para pemain yang usai tampil di ajang perebutan Piala Sudirman di Finlandia dan Piala Thomas - Uber di Denmark, banyak yang mengalami kelelahan, sehingga tidak bisa tampil maksimal di turnamen Denmark Terbuka ini," jelas Aryono.
"Tenaga dan stamina mereka tidak cukup untuk kembali tampil maksimal di Denmark Terbuka yang juga melibatkan pemain top dunia," sambung Aryono.
Sejak Denmark Open 2021 dimulai, para penggawa Skuad Garuda sedianya sempat tampil apik.
Namun, nama-nama seperti Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie berakhir menyerah di tengah kompetisi akibat cedera yang diderita sedari membela Indonesia di Piala Thomas.
"Pemain seperti Anthony Ginting dan Jonatan Christie mengalami cedera yang sebenarnya didapat saat tampil di Piala Thomas sebelumnya," kata Aryono.
"Kita tahu mereka ngotot dan tampil habis-habisan di Piala Thomas karena motivasi untuk juara begitu besar, mengalahkan rasa sakitnya," sambung dia.
Sedang para pemain pelapis yang baru merasakan bermain di turnamen world tour level 1000, beberapa ada yang menunjukkan permainan yang baik.
Hanya, lanjut Aryono, faktor pengalaman bertanding yang masih kurang, membuat mereka banyak melakukan kesalahan sendiri.
"Mereka kurang tenang, ini memang berhubungan erat dengan jam terbang pengalaman," tutur Aryono.
Kekalahan yang dialami para pemain pelapis, kata Aryono memiliki sisi positif.
Selain bisa menambah jam terbang, mereka juga memperoleh pengalaman bertanding melawan pemain-pemain kelas dunia.
"Ya karena mereka yang muda-muda ini kalahnya dari pemain-pemain top level dunia," ujar Aryono.
Selain itu, ada juga pemain yang dari segi permainannya di tengah lapangan, kurang berkembang dan harus mengakui keunggulan lawan.
"Khusus pemain-pemain yang kurang bermain optimal ini, masing- masing pelatih yang akan mengevaluasi setiap sektornya," kata Aryono.