TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil pemilihan Ketua Umum KONI DKI Jakarta periode 2022-2026 yang dilakukan saat Musyawarah Olah Raga Provinsi (Musorprov) ke 12 KONI DKI pada tanggal 12 Maret 2022 telah digugat ke Badan Arbitrase Olah Raga Indonesia (BAORI).
Gugatan ini dimohonkan Julizar Idris yang merupakan salah satu kandidat dalam pemilihan tersebut.
Termohonnya adalah Ketua terpilih Hidayat Humaid, Pengurus KONI DKI Jakarta sebelumnya yang menjadi penyelenggara, Ketua KONI DKI Jakarta sebelumnya Laksma TNI Purn Djamhuron P Wibowo dan Aminullah Ketua Sidang Musorprov 2022
Menurut Julizar Idris yang dihubungi Rabu (17/8/222), gugatan ini dilakukan karena ternyata dalam proses pemilihan tersebut agenda pemilihan ketua yang disepakati ternyata tidak dilaksanakan.
Agenda itu di antaranya adalah penyampaian visi dan misi calon ketua dan proses pemungutan suara untuk memilih calon ketua baru itu sendiri.
Hal ini, kata Julizar, jelas mencederai semangat demokrasi dan jiwa sportivitas yang menjadi seharusnya menjadi dasar dari organisasi keolahragaan di Indonesia ini.
"Oleh karena itu, saya melakukan gugatan demi menegakkan kebenaran dan demokrasi," katanya.
Penetapan pemilihan ketua pada Musorprov tahun ini dilakukan hanya dengan menggunakan surat dukungan dari masing-masing cabang olahra (cabor) maupun badan fungsional di lingkungan KONI DKI.
Padahal surat dukungan hanyalah pelengkap persyaratan belaka. Untuk memenangkan kontestasi haruslah diadakan pemungutan suara sebagaimana diatur dalam AD/ART KONI.
Penetapan dukungan surat suara ini selain tidak ada verifikasi dan transparansi yang jelas saat Musorprov, namun juga sudah mendapat protes keras saat even ini berlangsung dari kubu Julizar Idris.
Agenda yang sudah disepakati sebelumnya malah tidak dilaksanakan yaitu penyampaian visi dan misi (yang dijadwalkan selama 15 menit), persiapan pemilihan dan pelaksanaan pemungutan suara. Namun, protes ini tidak mendapat tanggapan dari panitia Musorprov.
"Pernyataan bahwa pemilihan ketua umum ini adalah lewat musyawarah untuk mencapai mufakat adalah sebuah penyesatan dan kebohongan publik. Karena itu, selain tidak adanya pemungutan suara sebagaimana yang diatur oleh AD/ART, proses musyawarah dan upaya mencapai permufakatan bersama itu sendiri tidak pernah ada sama sekali. Penetapan ketua ditentukan secara sepihak dan menyampingkan nilai-nilai demokrasi." paparnya.
Saat ini, mediasi melalui BAORI sudah dilakukan namun tidak ditemui kata sepakat karenanya gugatan ini akan dilanjutkan ke persidangan yang akan dilakukan dalam beberapa minggu mendatang.