TRIBUNNEWS.COM, AMBARAWA - Antiklimaks terjadi pada Ronde 6, lomba hari terakhir Kejuaraan Lintas Alam Gantolle Piala Telomoyo VI 2022 dan Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Lintas Alam Gantolle 2022, di Gunung Telomoyo, Desa Sepakung, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang, Jawa Tengah, yang diikuti 39 pilot asal 8 provinsi; Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIYogyakarta, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Barat.
Menurut Humas dan Koordinator Media Piala Telomoyo VI 2022, Tagor Siagian, keadaan cuaca dan angin pada Sabtu siang (17/9) kurang memadai untuk terbang lintas alam.
Angin berhembus terlalu kencang dari arah samping (crosswind) dan tidak adanya awan membuat para pilot tak mendapatkan termal, Termal adalah lorong udara panas di bawah awan yang dibutuhkan pilot untuk mendapatkan ketinggian agar mampu terbang jauh.
Tercatat hanya 15 pilot (sebutan bagi atlit olahraga dirgantara) yang melakukan penerbangan karena keadaan cuaca dan angin tak berubah hingga kesempatan untuk terbang (Open Window) ditutup pada pukul 16.30.
Biasanya pilot tidak akan terbang setelah pukul 15.30, karena sore hari angin cenderung melemah dan bila dibutuhkan sekitar 2 jam untuk menyelesaikan tugas, maka akan berresiko mendarat jelang malam, jarak pandang terbatas.
Nyatanya, juara Kelas B, Syamsul Falah (DKI Jaya) tercatat hanya terbang selama 22 menit. Namun itupun sudah cukup baginya mempertahankan peringkat dan tak mampu dilampaui duo pilot andalan tuanrumah Jawa Tengah; Susetyoko dan Sulis Widodo, yang tak bergeser dari peringkat kedua dan ketiga.
Gunung Telomoyo dengan ketinggian 1894 meter DPL (Di atas Permukaan Laut), sudah dijadikan kawasan peluncuran olahraga Gantolle (sebutan untuk serangga Capung dalam bahasa Bugis) sejak 1999 dan digunakan untuk kejuaraan sejak 2002. Piala Telomoyo sudah berlangsung sejak 2014.
Absennya penerbang asing pada kejuaraan kali ini disebabkan meningkatnya pandemi Covid-19 dinegara mereka, diantaranya pilot asal Australia, Jepang, Korea Selatan dan Juara Dunia asal Jerman, Primoz Gricar yang sudah dua kali menjuarai Piala Telomoyo, 2015 dan 2019.
Pada nomor Lintas Alam Terbatas (Race To Goal/RTG), pilot diharuskan terbang melewati beberapa titik dalam waktu tercepat, sesuai soal yang dibuat Direktur Lomba dan Dewan Pilot (perwakilan pilot). Misalnya, lepas landas di Gunung Telomoyo, lalu menuju Kampoeng Java (pabrik air mineral Java), Candi Songo, Jalur Lingkar Salatiga, Musium Kereta
Ambarawa dan Jembatan Tuntang dengan garis akhir setelah memasuki lingkaran radius 2 km kawasan persawahan Balung Gajah, Desa Candi dan mendarat di pesawahan Desa Sraten, yang memiliki persawahan kering dan rata lebih luas daripada Balung Gajah. Tiap ronde/hari soalnya berbeda. Soal Ronde 6 Sabtu (17/9) lalu uttuk Kls A sejauh 50,1 km, sedangkan untuk Kls B berjarak 31,5 km.
Perbedaan kelas sesuai jenis layangan. Kelas A (Terbuka) adalah gabungan pilot yang memakai layangan dua lapis, yakni Topless, tanpa Kingpost (tiang penyangga sayap) dan Kelas Sport (dengan Kingpost). Sedangkan Kelas B (Floater) bagi pilot yang memakai layangan satu lapis. Layangan dua lapis punya pergerakan lebih lincah dan pastinya membuat pilot mampu
terbang dengan kecepatan lebih tinggi dibanding layangan satu lapis. Ketika arah angin dari belakang, layangan bisa mencapai kecepatan 120 km/jam.
Regenerasi Pilot Mendesak
Alhasil, kedudukan akhir kejuaraan sama seperti pada Ronde 5, Jum’at (16/9). Aji Enoh (Banten) di peringkat teratas Kelas A dan Syamsul Falah (DKI Jaya) menjuarai Kelas B. Setelah lomba dibatalkan pada Senin (12/9) karena lokasi lepas landas tertutup kabut tebal, dan pada Selasa (13/9) hanya Kelas B yang terbang, maka baru pada Rabu (14/9), Kamis (15/9) dan
Jum’at (16/9), pilot kedua kelas bisa menjalani lomba sesuai tugas kelas masing-masing.
Berhasilnya Aji Enoh dan Syamsul Falah keluar sebagai juara di kelasnya masing-masing, membuktikan pentingnya latihan dasar dan pembinaan lanjutan teratur yang memadai. Keduanya adalah murid hasil binaan penerbang senior DKI Jaya, Roy Sadewo, pemegang rekor nasional lintas alam Gantolle sejauh 92 km yang dibuat dari Wonogiri ke Pati, Jawa Tengah pada tahun 1995 dan hingga kini belum terpecahkan. Menjelang kejuaraan Pra PON tahun depan yang menentukan pilot yang berhak mengikuti PON XXI Aceh dan Sumut 2024, KONI Daerah wajib peduli regenerasi pilot Gantolle dengan dukungan dana pelatihan dan memberi kesempatan para pilot mengikuti sebanyak mungkin kejuaraan, tanpa harus mengeluarkan dana pribadi. Jangan sampai Gantolle, salah satu cabang olahraga dirgantara pelopor pada PON 1981, selain terjun payung dan aeromodeling, mati suri karena atlitnya kebanyakan sudah jelang manula (manusia usia lanjut), melewati usia 50 tahun.