TRIBUNNEWS.COM - Bos Monster Energy Yamaha, Lin Jarvis, menyebut karakter pembalap juara dunia MotoGP mayoritas arogan dan banyak menuntut. Hal serupa juga berlaku bagi Marc Marquez.
Marc Marquez sudah berhasil mendapatkan simpati dari salah satu bos Ducati Lenovo meski belum menjalin hubungan kerja sama di paddock.
Bos yang dimaksud adalah manajer tim Ducati, Davide Tardozzi, yang tampak antusias dengan kedatangan Marc Marquez ke keluarga Borgo Panigale.
Tardozzi dan Marquez memang memiliki hubungan baik, bahkan relasi ini terjalin sejak Marquez menjadi rival nomor satu Ducati di era Andrea Dovizioso.
Tardozzi makin terkesan dengan karena juara dunia delapan kali itu menunjukkan sikap yang rendah hati saat bergabung dengan tim satelit mereka, Gresini Racing.
Perilaku baik dari Marquez inilah yang meyakinkan para petinggi Ducati untuk memilihnya sebagai rekan setim baru Francesco Bagnaia musim depan.
Lebih-lebih Marquez tetap mampu menunjukkan performa yang impresif di atas motor lama Ducati Desmosedici GP23.
Marquez menjadi satu-satunya pembalap motor lama Ducati yang konsisten bersaing di posisi tiga besar dan bahkan beberapa kali memburu kemenangan.
"Saya pikir Marc masuk ke lingkungan Ducati dengan sikap yang tepat," kata Tardozzi, dikutip dari laman Motosan.
"Dia tidak pernah meminta kami untuk mendapatkan sesuatu yang lebih, kecuali (General Manager Ducati Corse) Gigi Dall'Igna yang memberikannya."
"Dia menunjukkan sikap yang sempurna dan itulah mengapa dia akan menjadi pembalap di tim pabrikan pada tahun 2025," ujar Tardozzi.
Baca juga: MotoGP 2024 - Gresini Ducati Penyelamat Marc Marquez dari Ancaman Pensiun Dini
Ducati tampak sudah cukup percaya diri dengan komposisi pembalap mereka pada musim depan.
Namun, menyatukan dua pembalap dengan ambisi juara tidak akan mudah karena tensi tinggi yang akan terbawa ke dalam garasi.
Situasi serupa pernah dialami Yamaha dengan duet Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo pada 2008-2010 dan 2013-2016.
Managing Director Yamaha, Lin Jarvis, membagikan pengalamannya tentang bagaimana rasanya mengatur dua matahari di bawah payung yang sama.
Jarvis mengatakan mustahil jika ada pembalap yang tidak banyak menuntut sambil membawa motivasi untuk menjadi juara dunia.
"Ada banyak orang yang sangat menuntut, banyak ego yang besar di Kejuaraan ini," kata Jarvis kepada TNT Sport, dilansir Motorcyclesports.
"Akan tetapi, Anda membutuhkannya untuk menjadi Juara Dunia. Itulah kenyataannya."
Jarvis kemudian menjelaskan duet Rossi dan Lorenzo di samping menghadirkan periode tersukses juga menghadirkan perpecahan.
Peristiwa didirikannya tembok pemisah antara boks Rossi dan boks Lorenzo masih menjadi sejarah yang diperbincangkan di MotoGP.
"Masa-masa tersulit adalah saat Vale dan Jorge bersama, dan garasinya terbelah," kata Jarvis.
"Namun, pada akhirnya itu adalah masa kejayaan terbesar kami. Kami memenangkan beberapa gelar triple crown (sapu bersih gelar juara pembalap, tim, dan konstruktor)."
"Pada akhirnya, saya akan selalu memilih dua pembalap yang menuntut daripada dua pembalap yang mudah ditangani," ujarnya.
Marquez sendiri tidak asing dengan psywar di dalam garasi.
The Smiling Assassin, julukan Marquez, bahkan mengaku tidak segan untuk mencegat pembaruan pada motor yang akan menguntungkan rekan setimnya jika diperlukan.
Kini, Yamaha lah menjadi penonton dari drama yang akan terjadi di garasi Ducati.
"Saya sangat senang melihatnya sebagai penonton. Itu adalah situasi yang istimewa. Mereka (Ducati) tidak tahu seperti apa rasanya" ujar Jarvis mengakhiri.
(Tribunnews.com/Giri)